Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pohon Natal Ayah

17 Desember 2022   07:28 Diperbarui: 17 Desember 2022   07:45 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ayah saya pecinta Pohon Natal. Di masa kecil saya, tahun 70-80-an, menjelang akhir November, ayah saya sudah sibuk berburu pohon cemara asli ke desa. Dan, pada tanggal pertama bulan Desember, pohon cemara sudah berubah Pohon Natal di rumah kami. 

Pohon Natal di rumah kami berdaun rimbun, tingginya dua meter. Warnanya hijau paten. Kalau ayah saya hidup zaman sekarang, mungkin beliau akan diprotes oleh pecinta alam karena tiap tahun langganan menebang pohon cemara untuk dijadikan Pohon Natal kesukaannya.

Kami tinggal di Sukabumi, kota kecil yang sejuk di Jawa Barat. Di sini pohon cemara tumbuh melimpah. Seingat saya, gereja dan rumah kawan-kawan saya yang merayakan Natal, juga memasang Pohon Natal dari pohon cemara asli. 

Cemara tumbuh subur di daerah bertemperatur sejuk. Berasal dari keluarga pinus, daun-daun cemara serupa batang korek api yang bergerumbul. Gerumbul-gerumbul itu membentuk ranting yang muncul dari batang pohon. Ranting-ranting tumbuh rapi sejajar di sekeliling batang, berjarak sama dengan ranting di bawah dan di atasnya. Di pucuk pohon, segerumbul daun membentuk puncak.

Tiap Desember rumah akrab dengan aroma cemara. Tiap kali melewati Pohon Natal, saya suka memetik sedikit daun-batangnya di tangan, dan meremasnya, lantas menaruhnya di depan hidung saya, menghirup wanginya yang tajam- segar, lama-lama. Aduh, suka sekali. 

Cemara takkan layu selama ia menjadi Pohon Natal, sepanjang Desember. Sungguh pohon yang tabah dan indah. 

Sebelum Pohon Natal berdiri, ayah saya sudah menyiapkan drum besi yang dipotong sekitar 30 cm. Batang pohon ditempatkan pada bagian tengah drum, lalu batu-batu ditempatkan sekeliling agar pohon dapat berdiri tegak. Di atas batu-batu ditutup dengan kado-kado kosong berpita berwarna-warni. Bagian luar drum dibersihkan dan dibungkus dengan kertas mengkilat warna hijau atau merah, keliling.

Pohon Natal sudah berdiri. Sekarang saatnya mendekor. Segala ornamen sudah dikeluarkan, dilap, diangin-angin. Dulu, ornamen-ornamen bergambar peristiwa Natal --gambar orang Majus, bintang, bayi Yesus dan Maria, dll-  terbuat dari gelas alumunium tipis yang mudah pecah. Mereka ditempatkan di kotak-kotak dan disimpan khusus, tidak boleh dilempar apalagi dibanting. Kalau itu dilakukan, maka sewaktu kotak dibuka mereka sudah pecah berantakan. 

Ayah dan kakak dan abang saya menggantungkan ornamen-ornamen ke seluruh tubuh Pohon Natal kecuali bagian belakang yang merapat ke dinding. Setelah itu selendang rumbai-rumbai terbuat dari kertas mengkilat warna-warni. Hijau, merah, perak, kuning, biru. Mereka dipasang lurus dari atas ke bawah atau melingkar bertumpu ranting-ranting.  

Setelah itu lampu-lampu ditempatkan merata --cahaya mereka pun warna-warni- agar ketika disambungkankan ke aliran listrik, Pohon Natal akan hidup gemerlapan. 

Dan yang terakhir ..., salju. Ayah saya suka salju-saljuan di Pohon Natalnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun