Aku sudah mengatur jadwal ketat kami bertemu bupati, kepala-kepala sekolah, dan berkunjung ke beberapa tempat yang akan menerima bantuan tenaga ahli dari lembaga pendidikan kami.Â
Kalau disuruh memilih, aku lebih suka pergi sendiri. Aku mengatur perjalananku dengan gaya koboi. Sementara dengan Pak Mike, aku harus memastikan semua beres, kebutuhannya terjamin dan aku berada di sampingnya tiap saat sebagai penerjemah.Â
Semua nama kontak di kedua tempat sudah kucatat. Jadwal kerja di lapangan, pertemuan dengan orang-orang kunci, berkas  penandatanganan kerjasama, sudah siap. Tiket kami sudah di tangan, penginapan, rental mobil, kontak sopir yang akan menjemput di bandara, uang advance, lengkap di tanganku. Meski Pak Mike hanya tinggal duduk manis, dia seorang perfeksionis dan mengingat agenda secara detail. Dia ingin kerja yang teratur.Â
Pagi-pagi buta kami bertemu di bandara. Setelah cekin, Pak Mike mengajakku minum kopi untuk mengusir situasi malas. Waktu itulah aku ingat bahwa aku belum mencari tahu soal makanan yang ingin kucicip dan restoran yang ingin kusambangi, nanti di Majene. Ah, semoga dewi keberuntungan berbaik hati mengaturnya, pikirku.
Dari Jakarta kami terbang ke Makassar. Aku tertawa geli melihat tubuh Pak Mike yang tampak sesak di kursi pesawat yang kelihatan terlalu kecil untuknya.Â
Dua jam berikutnya kami tiba di bandara, dijemput oleh kendaraan sewaan yang akan mengantar kami ke Majene. Kami langsung cus jalan karena ini perjalanan enam jam.Â
Pukul 12, perutku lapar. Aku meminta kami berhenti untuk turun makan. Sopir berhenti di kedai cepat saji KFC agar tidak terlalu lama menunggu. Aku menghabiskan dua ayam goreng dan seonggok nasi sementara Pak Mike minum kopi, merokok dan mengoceh.Â
Pukul 3 sore kami tiba di Majene. Pak Mike ingin kami berkeliling kota sebelum diantar ke hotel. Waktu berlalu cepat. Tiba-tiba sudah pukul 6. Kami akan dijemput untuk makan malam di rumah Bupati.
Pak Mike mengenakan baju batik yang tampak serasi dengan kulit putihnya. Wajahnya cerah. Senyumnya lebar. Aku merasa lega. Dia belum makan sejak pagi dan masih bisa tersenyum, kupikir.Â
Malam itu kami disuguhi beragam hidangan ikan. Sup ikan, ikan bakar, sayuran dan beragam sambal. Pak Bupati menjelaskan nama-nama ikan.Â
"Semua ikan ini segar, baru dipanen dari laut. Silakan menikmati!" ujar Pak Bupati.Â