Selasa (27/09/22) saya dan seorang kawan pergi ke satu desa di Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba. Di sana, tanpa saya tahu tanpa saya dengar, sudah berdiri megah bangunan Monumen DI Panjaitan, pahlawan revolusi yang gugur pada malam 30 September 1965.
Menurut kawan yang bersama saya, Desman Boys, bangunan yang selesai tahun 2021 itu mulai dibangun 2019. Monumen setinggi 8 meter dikelilingi area semacam plaza seluas 2000 meter. Serba terbuka, dikelilingi kebun dan sawah, dan lebih ke belakang, bebukitan hijau yang merupakan bagian dari rangkaian Bukit Barisan, sampai ke Sumatera Barat.
Di bawah monumen, memanfaatkan kontur tanah yang lebih rendah, ada ruang yang tak begitu luas, bakal museum berisi informasi sekitar Sang Jenderal. Kamar kecil dibuat berstandar internasional, dan satu ruang untuk kaum disabilitas, menjelaskan keseriusan membangun tempat untuk dikunjungi masyarakat luas.
Bagi saya ini luar biasa. Museum di tengah dusun menggambarkan sebuah adab. Memang lokasi tak jauh dari kompleks kediaman keluarga Pahlawan Revolusi ini.Â
Artinya, mudah dalam jangkauan dan tempuhan. Keluarga besar selalu pulang kampung, dan kerabat mereka bisa berkunjung ke Monumen, sembari mudik.
Saya khawatir warga desa belum siap dengan fasilitas bagus ini, kata kawan saya. Dia mengatakan sering warga desa, karena tidak tahu cara mengoperasikan sesuatu -katakanlah keran di kamar kecil, lalu memaksakan pemakaian, yang berakhir pada pengrusakan fasilitas, dalam waktu tidak lama.
Ah, bangsa kita, di banyak wilayah di seluruh Nusantara, kota besar kota kecil, kan punya masalah yang mirip-mirip. Kita mampu membangun, tapi tidak sanggup memelihara. Buang sampah di tempatnya, pelihara rumput, jangan mencoret tembok, harus terus menerus disuarakan, kalau tidak kita lupa. Begitulah kita.
Dengan kenyataan itu, tidak berarti kita tidak membangun hal baru, kan?
Balige, sebagai ibu kota kabupaten, sedang terus membangun demi mengejar ketinggalan, meski beberapa adalah membangun proyek-proyek dalam rangka mendukung pemerintah dalam program menjadikan Danau Toba sebagai wilayah Super Prioritas.
Di Balige sudah ada satu Museum. Toko buku, ruang seni dan kreatif, pusat informasi belum banyak untuk mengatakan hampir tidak ada. Sementara, dalam tiga tahun terakhir, saya melihat pembangunan hotel, restoran, homestay, pelabuhan, jalan bebas hambatan. Di Balige seperti, sebulan tidak melintasi satu area, tiba-tiba ada hotel baru. Resto baru. Ini mengejutkan. Seperti cerita Monumen di atas.