Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dengan Ciuman Kau Khianati Aku

23 September 2022   14:49 Diperbarui: 23 September 2022   15:05 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

yudas yudas

berkali kali aku berkata kepadamu

bicaralah

tapi aku tak cukup kau percaya

di desa keriot aku memandangmu

kerut di dahimu sangat dalam

ikutlah denganku kataku

aku pembunuh penipu pengkhianat katamu

aku tahu jawabku

namamu yang lain adalah memuji tuhan

yudas yudas

matamu melihat segala sesuatu

kepalamu hanya memikirkan satu

di rumah simon si kusta

semangatmu tumbuh 

seorang perempuan rambut ikal panjang

buli buli pualam wangi 

kau pikir itu persembahan 

ia membuka tutup buli buli 

membasahi punggung kakiku

semerbak harum di udara  

buat apa pemborosan ini sengitmu

dijual uangnya memberi makan

ratusan miskin berhari hari

tapi aku mengenal hatimu 

kau kesal kala kusela 

orang miskin selalu ada padamu

dia hanya mengurapiku 

kelak dunia mengenang yang dilakukannya 

seperti dunia mengingat bengkok hatimu

kau pikir aku hanya cenayang cepat kabur 

kapan saja kematian merusuh  

mungkinkah telingamu tak di sekitar 

waktu kukatakan tumitku injak dunia suram 

syeol di bawah kakiku 

yudas yudas

lihatlah dosa mengintip dari balik pintu

ia berkeliling seperti singa mengaum aum

mencari orang yang dapat ditelan

dan khilaf kian matang di dalam dirimu

siap ditunaikan padahal 

dunia menanggung derita yang sama

tak sudi kau bertahan

sekali lagi kau pergi dariku

tak percaya kepadaku 

tak indahkan cakapku

kau menguping imam tua tua bangsa 

berunding demi menamatkanku

jangan waktu perayaan 

supaya jangan timbul keributan

di antara rakyat banyak

kau pandangi tiga puluh keping perak 

di telapak tanganmu

selagi kau putuskan  

aku cuma cenayang cepat kabur

kapan saja kematian mengancam 

tiga setengah tahun kau hidup bersamaku

matamu tak hirau wajahku

telingamu tak sadar suaraku

yudas yudas

di taman getsemani kau khianati aku 

dengan satu pukau ciuman 

aku berusaha menatap matamu

Berusaha mengingatmanmu

jangan putus asa setelah ini

kau tahu ini harus terjadi 

aku mati di kayu palang  

bukan kesudahanku

temuilah petrus

bicaralah dengan yohanes 

diamlah di antara sebelas saudaramu

mereka akan menjaga hatimu waras

selagi aku menyelesaikan pekerjaanku 

jangan lari dariku 

jangan lari dari saudara saudaramu 

yudas yudas

sengit awan ragu di atas kepalamu

getir semesta hening perkaramu  

aku menyesalimu

aku mencintaimu 

aku sungguh mencintaimu 

04/03/19

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun