Mohon tunggu...
Ita Modhalina Sembiring
Ita Modhalina Sembiring Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Don't wait for te perfect moment take the moment and make it Perfect

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

All Mixed Up? Instrumental and Emancipatory Learning Toward a More Sustainable World: Considerations for EE Policymakers

29 April 2013   08:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:26 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Resume Perkuliahan Komunikasi Dan Lingkungan Dosen : Yohanes Widodo, M.Sc.

Oleh : Ita Modhalina Sembiring

“Dunia yang luas, pembuat kebijakan sedang mencari cara untuk menggunakan strategi pendidikan dan komunikasi untuk menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan dibandingkan saat ini. Mereka sering menemukan diri mereka terjebak diantara instrumen (perubahan perilaku) dan emansipatoris (pembangunan manusia) menggunakan strategi-strategi tersebut. Penelitian ini menyoroti hal ini dengan menyelidiki empat kasus yang mewakili kedua orientasi dan penggabungan diantara keduannya. Salah satu hasil dari penelitian ini adalah mengenai pembuat kebijakan EE (Environmental Education) tetapi juga adanya kebutuhan dari para profesioanal EE untuk penggambaran perubahan yang terjadi nanti. Dan Kemudian Hanya mereka nanti yang mampu menentukan jenis pendidikan, partisipasi, komunikasi, dan  penggabungan diantarannya yang paling tepat, dimana akan memberikan hasil yang terbaik sesuai yang diinginkan dan dapat mengawasi dan sistem evaluasi yang baik untuk dipekerjakan.”

PENDAHULUAN

Pembangunan berkelanjutan saat ini menjadi isu utama pada agenda kebijakan internasional, nasional, dan lokal di berbagai belahan dunia. Pemerintah Belanda, misalnya, menganggap Lingkungan Pendidikan (EE) dan Pembelajaran untuk Pembangunan Berkelanjutan (LSD) sebagai alat  kebijakan yang komunikatif untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan di masyarakat. Terakhir kalinya, kebijakan EE yang ada telah diperiksa oleh Badan Penilaian Lingkungan Belanda Netherlands Environmental Assessment Agency (MNP) (Sollart, 2004). Penelitian ini menyatakan bahwa sedikit informasi yang tersedia mengenai cara bagaimana instrumen pendidikan untuk mempertinggi tingkat keberlanjutan dalam praktek kerja masyarakat. Kemudian MNP mempersiapkan pengecekan penelitian untuk menguji bagaimana perbedaan pendekatan kebijakan untuk EE yang direfleksikan dalam praktek EE. Penelitian ini menguji empat perwujudan kebijakan EE dalam upaya  untuk menjawab pertanyaan :

1. Bagaimana pendekatan EE yang berbagai jenis dapat berkontribusi dalam proses memipin untuk praktek-praktek baru yang semakin berkelanjutan? Bagaimana pendekatan atau “alat” tersebut mampu digunakan untuk menguatkan atau meningkatkan?

2. Bagaimana pembuat kebijakan (EE) mampu menjadi lebih berkomperen dan efektif dalam mengkomunikasikan instrumen-instrumen dalam menggerakan masyarakat menuju ketahanan?

3. Apa peran “pengetahuan” dalam pendekatan-pendekaran tersebut?

Penelitian ini mengkaji tiga pendekatan dalam EE : salah satunya dapat diklasifikasikan sebagai didominasi instrumental, salah satunya dapat didominasi label emancipatory, dan satunya merupakan penggabungan dari keduanya.

INSTRUMENTAL ENVIRONMENTAL EDUCATION AND COMMUNICATION

Pendekatan instrumental mengasumsikan bahwa hasrat atau keinginan akan hasil dalam kegiatan EE diketahui, lebih atau kurang dapat disetujui, dan dapat terpengaruh oleh intervensi yang didesain secara hati-hati. Singkatnya, pendekatan instrumental untuk EE dimulai dengan merumuskan  tujuan yang spesifik dalam hal perilaku yang disukai, dan memperhatikan bagaimana “target group” sebagai “receiver (penerima)” pasif yang membutuhkan pemahaman yang jelas jika intervensi secara komunikatif memiliki efek tertentu. Model yang mendasari pendekatan seperti telah menjadi lebih canggih selama beberapa tahun daripada model  klasik "tingkat kesadaran untuk bertindak" .

An instrumental behavioral change model adalah salah satu model berdasarkan pada karya Ajzen dan Fishbein (1985). Dalam model ini terdapat beberapa point mengenai instrumental pendidikan lingkungan dan komunikasi yang dapat digunakan sebagai acuan hasil dari intervensi analisis perilaku sebelumnya. (yaitu, meningkatkan kesadaran akan sebuah masalah, mempengaruhi norma-norma sosial, sikap dan meningkatkan kontrol diri). Pemerintah Belanda, dan pemerintah di seluruh dunia . Dalam hal menggunakan dan mendukung berbagai kegiatan pendidikan dan strategi komunikasi untuk mempengaruhi perilaku lingkungan warga seperti  kesadaran kampanye, iklan layanan masyarakat, lingkungan pelabelan dan skema sertifikasi, dan  juga program pendidikan lingkungan dan kegiatan yang jelas dibilang tujuan yang bersifat perilaku.

Kritik dari penggunaan instrumental dalam pendidikan lingkungan memberikan pendapat bahwa penggunaan jalur pendidikan dalam mengubah perilaku manusia dalam perencanaan dan pemutusan suatu tindakan lebih dilakukan dengan manipulasi dan adanya doktrinasi dibandingkan dilihat dari sisi penddikannya. Pendukung tersebut menggunakan pendidikan dengan pendapatnya bahwa masa yang akan datang dari planet kita sebagai taruhan, digunakan sebagai sesuatu yang sah. Hal tersebut ditemukan dalam kebijakan di Belanda dalam departemen pertanian, penggunaan lahan, konservasi alam, perlindungan lingkungan, pengamanan makanan, dan energi. Paling parah, kritik tersebut juga justru berada di departemen pendidikan.

EMANCIPATORY ENVIRONMENTAL EDUCATION

Sebuah pendekatan emansipatoris, sebaliknya, pendekatan ini mencoba untuk melibatkan warga dalam dialog aktif untuk membangun Tujuan dimiliki bersama, makna bersama, dan bersama rencana yang ditentukan sendiri, tindakan untuk membuat perubahan mereka sendiri dengan mempertimbangkan keinginan dan harapan dari pemerintah itu sendiri, pada akhirnya, memberikan kontribusi untuk kegiatan yang berkelanjutan dalam masyarakat secara keseluruhan  (Wals & Jickling, 2002). Dengan kata lain, tujuan khusus dan cara untuk mencapai ini tidak dilakukan sebelumnya. Proses pembelajaran sosial, didukung oleh metode partisipasi, dan  telah diidentifikasi sesuai mekanisme untuk mewujudkan pendekatan  emansipatoris EE yang lebih (van der Hoeven et al, 2007.; Wals, 2007) dan manajemen lingkungan (Keen et al., 2005).

Kritik dari pendekatan  ini  cenderung berpendapat bahwa kita tahu banyak tentang apa yang berkelanjutan dan apa yang tidak, dan bahwa pada saat kita semua menjadi dibebaskan, punya kuasa, refleksif, dan kompeten, bumi memiliki kapasitas untuk membuat kita lelah sehingga tidak dapat mengubahnya.

BLENDED ENVIRONMENTAL EDUCATION, COMMUNICATION, AND PARTICIPATION

Sosiologis lingkungan asal Belanda, Gert Spaargaren membuat sebuah teori struktur yang diadaptasi dari teori struktur Giddens, dimana dalam model ini menghubungkan antara pelaku, orientasinya dan ketentuan pendekatan pada strukturnya. Diantara agensi dan struktur memiliki keterkaitan dan saling berpengaruh diantara keduanya secara luas mengenai praktek sosial. Model Spaargaren menggunakannya sebagai jembatan diantara instrumental klasik, sikap terhadap lingkungan dan pendekatan perilaku dan emansipatori lainnya yang beerbasis pendekatan agensi itu sendiri. Dalam waktu yang bersamaan, model ini memberikan pengaruh perilaku  terhadap struktur sosial yang ada (teknologi).

Pemerintah Belanda terus meningkatkan pengenalan hal-hal yang penting mengenai praktek sosial dan gaya hidup, dibandingkan memikirkan pada perubahan perilaku dan sikap secara bertahap, terutama dalam program pendidikan kesehatan dan komunikasi. Van Koppen (2007) melakukan percobaan menggunkan pendekaran intergratif praktek sosial, dalam konteks gerakan ke arah keberlanjuran dalam konsumerisme sosial (van Koppen, 2007).

Dilihat dari perspektif model penguasaan praktek sosial menyebutkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pemerintahan memiliki perhatian yang kuat. Martens dan Spaargaren (2005) menyebutkan hal serupa mengenai pembagian kekuasaan dimana beberapa oknum politik melakuakn pengendalian kekuasaan untuk mengubahnya. Hal ini sebagai pendekatan yang secara terus menerus muncul sampai sekarang sampai pada penerimaan sedikit perhatian dalam lingkaran pendidikan lingkungan, ini dianggap sebuah pendekatan dengan pandangan artikulasi dukungan dan musuh yang masih sangat dini.

METHODOLOGY AND METHODS

Sebuah metodologi studi kasus dipilih untuk memungkinkan kita untuk "mengungkapkan banyaknya faktor yang telah berinteraksi untuk menghasilkan karakter yang unik dari entitas yang menjadi subjek penelitian" (Yin, 1989, hal. 82). Beberapa tahap dalam melakukan studi kasus :

·Orientating (apa yang kita cari?,  Apa yang kita ingin tahu?),

· Descontructing, (apa asumsi dari kita sendiri?, apa asumsi dari mereka yang melakukan pengawasan penelitian?, asumsi seperti apa yang ditemukan dalam literatur yang relevan)

· Questioning, (apa saja jenis-jenis pertanyaan yang perlu ditanyakan? Oleh siapa? Kepada siapa?)

· Interviewing, menggunakan list pertanyaan dan menciptakan percakapan yang mengasilkan deskrip dengan penjelasan sebab akibat)

·Aanalyzing, (menganalisis kasus dengan menggunakan transkrip,mencari perbedaan dan persamaan)

· Validating and soliciting feedback, (memeriksa dan memaparkan hasilnya kepada pemerintah dan peserta inti dalam penelitian studi kasus)

RESULT

Dalam menjawab pertanyaan penelitian pertama (pada fungsi berbagai pendekatan) kita menyimpulkan bahwa, dari perspektif kebijakan lingkungan, dua pendekatan yang ekstrim dapat memperkuat signifikansi masing-masing. Pendekatan instrumen meningkatkan pengetahuan tentang kesadaran, sedangkan pendekatan emansipatoris bertujuan perubahan jangka panjang yang berkaitan dengan dukungan publik, keterlibatan, dan partisipasi.

Jawaban atas pertanyaan penelitian kedua  (yang berkaitan dengan kompetensi dan efektivitas kebijakan), bagaimanapun, menunjukkan bahwa pendekatan instrumental dan emansipatoris dapat memperkuat satu sama lain dari perspektif kebijakan, sedangkan dari perspektif pendidikan mereka mungkin bertentangan. Pertama dan terutama otoritas pemerintah harus mencoba untuk menilai sifat "tantangan perubahan." Hanya kemudian proses perubahan yang paling cocok harus dipilih dan didukung, baik instrumental atau emansipatoris atau kombinasi keduanya. Hal ini tergantung pilihan dalam menentukan strategi monitoring dan evaluasi paling tepat.

Pertanyaan ketiga penelitian ini difokuskan pada peran pengetahuan dalam tiga strategi perubahan. Jelas, dalam pendekatan instrumental, pengetahuan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi peningkatan kesadaran dan proses perilaku tetapi dianggap salah satu yang penting. Pendekatan emansipatori, pengetahuan memfasilitasi perubahan secara implisit, membentuk sebuah pengetahuan baru dan pada akhirnya bersama-sama memaknai sebuah proses tertentu.

CONCLUSION

Di seluruh dunia, EE (Environment Education) dan pembuat kebijakan ESD (Educatin  for Sustainable Development) maupun praktisinya melihat bahwa dengan menggunakan jalur pendidikan dan strategi komunikasi untuk menciptakan prospek dunia yang berkelanjutan. Strategi yang mereka temukan adalah dengan menggunakan pendekatan instrumental (perubahan perilaku) dan emansipatori (pengembangan manusia).

Oleh karena itu, EE dan pembuat kebijakan ESD harus terlebih dahulu mendapatkan rasa jenis perubahan tantangan yang dipertaruhkan dan perlu melakukannya dalam konsultasi dengan orang lain. Minimal, sangat penting untuk merenungkan dua pertanyaan kunci: "Apa yang kita ingin mengubah?" (Menilai sifat tantangan perubahan) dan (menilai "Bagaimana tertentu kita bahwa ini adalah perubahan 'benar'?" jumlah kepastian dan tingkat persetujuan dalam ilmu pengetahuan dan masyarakat berkaitan dengan perubahan yang diinginkan). Jawaban atas dua pertanyaan yang mungkin memiliki implikasi untuk, misalnya, tingkat yang diinginkan partisipasi stakeholder dalam intervensi, desain, dan mengawasi  dan mengevaluasi. Refleksi pertanyaan ini akan membantu menentukan jenis pendidikan, partisipasi, komunikasi, atau campuran daripadanya yang paling tepat dan apa jenis hasil terbaik dapat dikejar.

Referensi :

Wals, Arjen E.J & Eijff, Floor Geerling. 2008. All Mixed Up? Instrumental and Emancipatory Learning Toward a More Sustainable World : Considerations for EE Policymakers. UK : Routledge.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun