Tegal - Pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2024, kami Mahasiswa KKN Kolaborasi UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto bersama warga Desa Muncanglarang, khusus RT 1, 2, dan 3 RW 2, mengadakan upacara ruwatan sebagai bagian dari tradisi yang sempat mengalami pemberhentian sehingga mahasiswa berusaha untuk revitalisasi tradisi yang diwariskan secara turun-temurun ini. Ruwatan ini bertujuan untuk membebaskan diri dari marabahaya dan kesialan serta mempererat persaudaraan di antara kita. Selain itu, acara ini juga bertujuan untuk mempersatukan warga Muncanglarang, terkhusus dari RW 2.
Lokasi pelaksanaan ruwatan adalah di Masjid At-Taubah, Desa Muncanglarang. Tradisi ini melibatkan dua kelompok warga: 1) Kelompok Pawai Obor: Warga yang tergabung dalam kelompok ini mengelilingi wilayah RT dengan membawa obor. Selama perjalanan, mereka membaca kalimat “Hasbunallah Wa Nikmal Wakil Nikmal Maula Wa nikmannasir” dan mengumandangkan adzan serta iqamah di setiap persimpangan.
Pawai obor ini menjadi simbol pembersihan dan perlindungan dari bahaya. 2) Kelompok melantunkan sholawat burdah di Masjid: Warga yang memilih tinggal di masjid berhimpun untuk membacakan sholawat burdah dan berdoa bersama. Sholawat Burdah memiliki beberapa tujuan dan manfaat, termasuk meningkatkan spiritualitas, memohon syafaat dari Rasulullah SAW., pengobatan penyakit, mempererat hubungan silaturahim, dan sebagai pelindung dari bahaya. Syair-syair dalam burdah mengandung pesan moral dan nilai-nilai spiritual yang diharapkan membawa manfaat bagi para pembacanya.
Setelah pawai obor selesai warga yang mengikuti pawai obor berkumpul di halaman masjid At-Taubah Desa Muncanglarang untuk mengikuti acara dzikir dan tahlil. Warga disambut dengan penampilan hadroh dari pemuda Al-Fatah Desa Muncanglarang. Dilanjutkan dengan acara inti yang dibuka oleh MC dan sambutan-sambutan dari panitia dan perwakilan dari kepala desa Muncanglarang yang diwakili oleh Bapak Miftahussalam.
Kemudian dzikir dan tahlil bersama dengan membaca “Hasbunallah Wa Nikmal Wakil Nikmal Maula Wa nikmannasir” sebanyak 70 kali yang di pimpin oleh Ust Yasir Arafat. Tausiah singkat dilakukan setelah dzikir dan tahlil dilaksanakan, tausiah singkat sekaligus doa penutup diisi oleh Ust Saifuddin dengan tema “Filososofi Tumpeng” yang langsung diimplementasikan dengan kehidupan sehari-hari.
“Tumpeng dikelilingi 7 macam lauk-pauk, yang menggambarkan hasil bumi dan kehidupan masyarakat dengan berbagai makna. Nasi yang mengerucut ketas mengambarkan kesuburan, keberkahan dan kerukunan yang ada di masyarakat.” Isi tausiah Ust Saifudin pada acara Suronan Desa Muncanglarang (16/07/2024).
Acara dilanjutkan dengan Ramah Tamah, dimana warga dan panitia acara bersama-sama menyantap tumpeng yang sudah disiapkan sekaligus menjadi penutup acara Suronan Desa Muncanglarang, setelah sesi doa bersama dan penutup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H