Mohon tunggu...
ita fatati
ita fatati Mohon Tunggu... -

ObGyn, traveller, dreamer :)

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Wanita, Waspadai Kanker Serviks dan Tetaplah Berkarya!

21 Juni 2013   21:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:37 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wanita, waspadai kanker serviks dan tetap lah berkarya!

Ita Fatati

Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Kota Bandung

Jl. Astana Anyar 224 Bandung

Profesi saya sangat berhubungan dengan kesehatan wanitakarena saya adalah seorang spesialis kebidangan dan kandungan atau lebih dikenal dengan spesialis obstetric dan ginekologi (SpOG). Selama menempuh pendidikan baik saat kedokteran umum maupun saat pendidikan spesialis tentu saja banyak hal tentang kesehatan wanitayang saya temui. Banyak wanita sukses di bidangnya tetapi tidak bisa berkarya lagi karena masalah kesehatan. Salah satu masalah kesehatan pada wanita adalah kanker. Ada beberapa kanker yang khususmenyerang wanita, salah satunya adalah kanker leher rahim atau lebih dikenal dengan kanker serviks. Berdasarkanworld Health organization (WHO ) kanker serviks merupakan kanker kedua terbanyak di dunia , yaitu sekitar 500.000 kasus baru dan 250. 000 kematian per tahun.

Berbeda dengan kanker yang lain, penyebab kanker serviks sudah diketahui yaituhuman papilloma virus. Virus ini menyerang serviks rahim. Untuk menyebabkan kanker serviks stadium 1 virus ini membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitubertahun-tahun. Dalam beberapa tahun tersebut terjadi perubahan-perubahan sel pada serviks yangdikenal dengan lesi pra kanker. Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah terjadinya kanker serviks? Atau lebih baik lagi mengobati lesi pra kanker? Atau lebih awal lagi yaitu mencegah virus ini menyerang serviks? . Untuk mencegah virus menyerang serviks atau kita menyebutnya dengan pencegahan primer yaitu dengan vaksinasi. Sedangkan jika virus sudah menyerang dan sudah menyebabakan lesi prakanker maka yang bisa kita lakukan adalah pengobatan lesi pra kanker. Lalu bagaimana seorang wanita tahu kalau dirinnya mengalami lesi pra kanker? Jawabanya adalah skrining teratur . PAP Smear dan Inspeksi Visual Asam asetat merupakan dua pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya lesi pra kanker. Lalu siapa saja yang harus di skrining ? setiap wanita yang sudah melakukan hubungan seksual, yang perlu diingat adalah tidak perlu menunggu munculnya keluhan, seperti keputihan yang berlebihan, perdarahan saat berhubungan dll.

Berbicara tentang skrining, di Indonesia, skrining tidak dilakukan secara teratur dankurang menyeluruh. Hanya wanita-wanita didaerah tertentuterutama perkotaan dan mempunyai pengetahuan yang cukup saja yang mau melakukan skrining . Akan tetapi selain pengetahuan, ada satu hal yang cukup penting yang menjadi pertimbangan seorang wanita untuk melakukan skrining yaitu uang. Hal ini dikarenakan untuk melakukan skrining membutuhkan biaya yang bagi sebagian besar wanita Indonesia merupakan jumlah yang tidak sedikit.Saya sudah bertanya ke beberapa rumah sakit, termasuk rumah sakit tempat saya bekerja, untuk sekali PAP Smear jumlah yang dikeluarkan bervariasi dari Rp. 100.000-600.000. Tidak sedikit bukan?, setelah wanita melakukan PAP smear dan hasilnya positif lesi pra kanker, ada beberapa hal yang dilakukan yaitu kolposkopi ( melihat serviks dengan alat yang mempunyai lensa pembesar) dan serviks diwarnai dengan asam asetat dan lugol, agar jelas bagian lesi, serta dilakukan biopsi yaitu pengambilan sedikit jaringan untuk diperiksakan, jika hasilnya sesuai dengan lesi prakanker tertentu maka perlu dilakukan pengambilan jaringan lebih banyak lagi atau jika cukup luas maka dipertimbangkan untuk angkat rahim. Kedengarannya seperti buruk dan menakutkan, padahal tidak, tindakan pada lesi prakanker masih ringan dan angka keberhasilan terapinya cukup tinggi dibandingkan dengan jika seorang wanita sudah mengalami kanker apalagi dengan komplikasi-komplikasi yang menyertai, seperti perdarahan per vaginam sehingga menimbulkan anemia yang berat dan butuh tranfusi, jika sudah mengenai saluran kemih dan ginjal dan menimbulkan gagal ginjal maka dibutuhkan cuci darah, selain mengobati komplikasi perlu juga mengobati penyakit primernya yaitu kanker serviks itu sendiri dengan kemoterapi dan radiasi. Untuk pengobatan, maka seorang wanita yang mengalami kanker leher rahim stadium lanjut akan menghabiskan puluhan-ratusan juta rupiah. Hal inilah yang menyebabkan banyak penderita kanker mengurus surat jaminan kesehatan, seperti jamkesmas dll, dan tentu saja ini menjadi “beban” Negara. Memang mereka merupakan tanggung jawab negara atau boleh dikatakan tanggung jawab kita bersama, tapi apakah tidak lebih baik jika negara tidak mengeluarkan ratusan juta tapi cukup ratusan ribu rupiah per wanita dengan melakukan skring dan penanganan lesi pra kanker, dan berapa banyak wanita yang tercegah dari kanker serviks karena mendapatkan penanganan lebih dini , sehingga akan banyak wanita yang terselamatkan dan dapat berkarya untuk negeri ini.

Bagaimana meningkatkan angka cakupan wanita yang melakukan skrining? Saya ada sebuah pengalaman pada saat saya mendapat beasiswa untuk mengikuti kursus singkat basic gynaecology and pelvic surgery di Belanda. Pada saat itu saya berdiskusi dengan seorang pakar kanker ginekologi di Rumah Sakit Meander Amersfoort, yaitu dr Jitze Duk. Di Negara belanda angka kanker leher rahim sangat rendah dibandingkan dengan lesi pra kanker yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena sistem skrining yang merupakan kerjasama antara pemerintah, pihak asuransi dan tenaga kesehatan sangat baik. Setiap wanita yang berusia 30 tahun, berdasarkan data di pemerintahan, akan dikirimi surat anjuran untuk melakukan PAP smear di sarana kesehatan dan yang melakukan pengambilan adalah dokter umum , jika hasil PAP smear nya normal maka wanita tersebut disarankan untuk periksa pap smear ulang 3 tahun lagi, bagaimana jika hasilnya positf ? maka wanita itu kan dikirim ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas kolposkopi untuk dilakukan permeriksa dan terapi lanjutan. Apakah semua wanita di Belanda mau datang untuk pap smear? jawabanya adalah sebagian besar mereka mau dilakukan PAP smear, karena sebagian besar penduduk Belanda ditanggung asuransi, sehingga mereka tidak perlu mengkhawatirkan biaya seperti yang sering terjadi di Indonesia, dimana biaya menjadi halangan seseorang untuk pemerikssaan dan pengobatan. Beberapa wanita tidak datang untuk PAP smear dan inilah yang terkadang menjadi “boomerang” bagi wanita itu sendiri. Jika seorang wanita tidak datang sehingga tidak ada hasil pemeriksaan pap smear, dan suatu saat wanita tersebut mengalami lesi prakanker atau kanker serviks, maka pihak asuransi tidak akan menanggungnya.

Selama di belanda saya beberapa kali mendapatkan kesempatan belajar di poli ginekologi dan sangat mengejutkan bagi saya karena selama 4 bulan pendidikan saya disana, saya tidak pernah melihat pasien dengan kanker leher rahim, akan tetapi banyak sekali pasien dengan lesi pra kanker. Pasien yang mengalami lesi pra kanker merupakan wanita usia muda, yaitu sekitar 30 tahunan. Usia 30 tahun merupakan usia yang produktif baik untuk keluarga maupun untuk lingkungan sosialnya. Jika wanita-wanita di usia tersebut tidak terdeteksi mengalami lesi pra kanker, maka beberapa tahun lagi mereka sudah menderita kanker serviks, dan mungkin itulah yang terjadi di Indonesia.

Apakah Negara akan siap menanggung biaya skrining untuk kanker serviks serta pengobatan lanjutan lesi pra kanker? Saya yakin tidak, karena jumlahnya tidak sedikit. Untuk meningkatkan angka cakupan menurut saya ada beberapa yang bisa kita lakukan. Pertama menekan biaya pemeriksaan PAP smear dan memperbanyak tenaga kesehatan yang dapat melakukan PAP smear, untuk pengambilan PAP smear, tidak harus dilakukan oleh spesialis obstetrik dan ginekologi, tenaga kesehatan lain yang terlatih juga bisa mengambil sampel PAP smear, seperti dokter umum, perawat dan bidan. Jadi merupakan tugas spesialis obstetric dan ginekologi untuk melatih mereka agar dapat melakukan PAP smear dengan baik dan benar , fiksasi sediaan, serta penyimpanan dan pengiriman preparat sehingga hasilnya baik. Jika hasilnya positif, baru kemudian ditangani oleh spesialis obstetric dan ginekologi.

Kedua, spesialis obstetri ginekologi dan tenaga kesehatan yang lain diharapkan juga melakukan penyuluhan-penyuluhan tentang skrining, gejala-gejala, pencegahan primer, sekunder kanker leher rahim, sehinggan masyarakat menyadari pentingnya skrining kanker leher rahim walaupun pada tahap belum bergejala.

Ketiga, mengajak kerjasama perusahaan asuransi agar membuat program asuransi khusus kesehatan wanita, terutama kanker leher rahim. Untuk poin ketiga ini memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena perlu kerjasama dengan beberapa pihak dan perlu pertimbangan yang matang agar klien pemegang asuransi tidak merasa berat dan diuntungkan dengan manfaat asuransi yang diperoleh sehingga angka cakupannya tinggi. Jadi perlu diperhatikanbahwa penanganan yang komprehensif dibutuhkan untuk dapat mencapai tujuan penurunan angka kejadian kanker leher rahim. Semoga dengan menurunnya angka kanker leher rahim para wanita yang merupakan tiang negara dapat berkarya lebih baik untuk dirinya dan orang disekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun