Kebijakan Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuan beberapa waktu lalu, bukan karena pengaruh ekonomi domestik semata. Langkah prudent Ini mau tak mau harus ditempuh untuk merespons ketidakpastian global yang masih berlangsung hingga kini. Instrumen kenaikan suku bunga merupakan salah satu bentuk optimalisasi bauran kebijakan merespons pergerakan ekonomi global. (1)
Mengacu pada bahan referensi, maka penulis menjadikan latar belakang kenaikan suku bunga (ex-ante), sebagai pembahasan awal. Kajian selanjutnya bersifat ex-post.
Sebelumnya, perekonomian global bersifat 'dovish' , yang artinya mayoritas negara-negara di dunia ini, menganut kebijakan suku bunga rendah. Suasana khas dari dovish (burung dara) begitu 'anteng', kalem, dan dinamikanya bagai burung dara yang terbangnya rendah-rendah saja. Kebalikannya adalah 'hawkish', burung elang yang daya jangkau terbangnya tinggi.
Berkebalikan dengan sifat air yang mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah, aliran dana global mengalir dari tempat rendah (suku bunganya) menuju tempat yang tinggi (suku bungannya).
Para pengelola dana 'idle' - fund managers dan yang lainnya - rupanya telah mengkalkulasi bahwa Indonesia termasuk salah satu Negara safe hafen, yaitu memiliki selisih tingkat suku bung yang menguntungkan. Ini menggerakkan Capital Inflow (CI).
CI ini masuk ke dalam system perekonomian kita dalam bentuk: penanaman modal dalam negeri yang tidak berbentuk fisik. Portofolio, surat berharga yang dikeluarkan negara, saham di Jakarta Stock Exchange, ataupun derivatifnya yang lain.
Akan tetapi, masa 'dovish' kini telah berbalik arah menjadi 'hawkish'. Hal itu ditengarai oleh keputusan Bank Sentral Amerika Serikat atau disebut Federal Reserve (the Fed) merencanakan untuk menaikkan suku bunga acuannya secara bertahap atau dilakukan beberapa kali di tahun ini. Kebijakan semacam ini diindikasikan sebagai Tight Monetary Policy.
Ada beberapa faktor pencetus lainnya, yakni:
- Kondisi global menjadi tak pasti dengan kebijakan perdaganan yang menentang perdaganga bebas atau dikenal dengan nama 'trade war'.
- Contagion effect dari beberapa negara yang tengah dilanda krisis
- Ancaman lain adalah harga minyak yang tidak semurah dulu lagi. (Bahkan kabarnya trennya tengah di jalur mendaki.)
KONDISI SEBELUMNYA:
Keterangan Gambar 1.