Pendahuluan
Hutang/ Utang luar negeri (ULN) dikenal sebagai andalan untuk menutupi kesenjangan Saving-Investment, juga penambal deficit gap (Penerimaan Pemerintah/Tax Revenue dikurangi pengeluaran pemerintah).
Agar beban ULN publik ini tidak bertambah berat, maka diperlukan debt management berikut sistem monitoring yang baik. Dengan demikian, utang yang terkendali tersebut akan melancarkan peran pemerintah dalam menjaga kesehatan perekonomian, mlelalui stimulus fiskalnya.
Umumnya, indikator utama ULN adalah angka nisbahnya atau debt ratio (DSR) yang besarnya sudah ditentukan melalui Undang-undang di Indonesia.
Walaupun demikian, ancaman atas labelisasi pengutang kelas kakap (heavily indebted) tetap menghantui banyak negara debitor (pengutang), akibat:
1. ULN yang berlebihan memang bisa menekan rupiah nilai rupiah (depresiasi), namun passthrough effect-nya berdampak terciptanya tekanan inflasionary.
2. Respons Tight Money Policy/TMP yang ditujukan untuk mengekang inflasi berakibat efek samping, yakni kenaikan suku bunga yang gilirannya menyulitkan proses pemulihan sektor perbankan.
3. Selain stimulus fiscal yang jadi tertahan, deficit fiscal yang tinggi dan persisten bisa menyebabkan peningkatan ekpektasi inflasi dan menekan kurs mata uang domestik.
4. Spiral inflasi mampu menghapus efek postitp dari deperesiasi rupiah (outweighing) pada neraca transaksi berjalan (current account).
(Sumber: Buku Miranda S Goeltom).
Selain itu untuk menghindari permasalahan umum dari ULN - seperti debt spiral, debt trap, dan sebagainya - maka hutang seyogyanya dirawat dan dijaga, yang dikekenal dengan nama Debt Sustainability (DSA/ Debt Sustainability Analysis).