“Mas, Wulan mandi dulu.. yang sabar ya Mas” begitu tulis Wulan di WA ku sore itu.
“Ok, acaranya Cuma sampai jam sepuluh malam lho” jawabku dengan WA dari ponselku.
“Iya, Mas. Wulan paham kok, sebelum Maghrib Wulan sudah di tekape” balas Wulan lagi.
“Ok, Mas sabar nunggu, asal pasti datang” jawabku.
Tak ada jawaban. Phonsel aku masukan kembali ke saku baju. Mungkin Wulan langsung mandi
******
Wulan adalah anak SMA Stella Duce 1. Jogya, yang kukenal melalui dunia maya. Hampir setiap aku mengupload tulisan, apakah itu di FB, Kompasiana atau di Blog pribadi, Wulan selalu memberi tanda jempol. Awalnya bisaa saja, tak ada sesuatu yang istimewa.
Bersamaan berjalannya waktu, aku mulai bergantung dan berharap. Selalu saja, setiap aku mengupload tulisan, apakah itu di FB, Kompasiana atau Blog pribadi, muncul harapan, kalo Wulan akan memberikan jempol. Jika saja tidak, maka ada sesuatu yang terasa kurang. Ada apakah? Apakah Wulan sakit? Apakah Wulan sibuk dengan tugas-tugas sekolahnya, hingga tak sempat membuka medsos atau karena kehabisan paket pulsa internetnya.
Pernah, tiga hari Wulan tak pernah memberiikan jempolnya. Aku kelimpungan sendiri. Ada apa dengan Wulan? Mungkinkah dia kehabisan paket internetnya. Untuk pertama kalinya, aku menghubungi Wulan melalui inbox FB. Aku tawarkan jika dia kekurangan paket internet untuk segera memberi tahu, agar aku dapat mengisi paket internetnya. Namun, Wulan menolak.
Pada kesempatan chatting yang lain, dia bertanya tentang buku-buku hasil karyaku yang terpampang di blog pribadiku, aku mengira, Wulan tentu ingin memiliki buku-buku tersebut. Aku menanyakan alamat rumahnya di Jogya. Aku akan kirimkan buku-buku itu gratis. Sekali lagi Wulan menolak. Tegas tidak mampu menerima gratis.
Sejak saat itu, kami sering chatting.