Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ucapan Natal, Biasa Tuh

24 Desember 2014   16:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:34 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Soal pengucapan “Selamat Natal” boleh atau tidak boleh, selalu mengemuka menjelang Natal. Berbagai dalil dan telaah bermunculan. Semuanya bermuara pada kesimpulan yang sama, satu sisi membolehkan, sisi yang lain, tidak membolehkan.

Umat di luar Islam heran, kok bisa begitu? Timbul berbagai telaah yang beragam lagi melihat fenomena boleh dan tidak boleh itu. Kesimpulan yang dihasilkan juga beragam. Mereka yang membolehkan dianggap moderat, sedang yang tidak membolehkan disebut konservatif. Kesimpulan yang tidak seluruhnya benar, meski tak seluruhnya salah.

Dalam tulisan ini, saya tidak ingin membahas dalil yang membolehkan atau yang tidak membolehkan, juga tidak ingin membahas apakah mereka konservatif atau moderat. Yang igin saya lihat, bagaimana fenomena ini dapat terjadi. Sehingga kita,bisa lebih arif melihat gejala yang sebenarnya hanya biasa-biasa saja. Sehingga reaksi kitapun akan biasa-biasa saja juga.

Sebenarnya, bukan hanya soal ucapan “Selamat Natal” umat Islam terbelah, dalam banyak hal sudah demikian adanya. Sebut saja, soal penetapan awal Puasa, soal penetapan Hari Raya Iedul Fitri, soal adakah Adzab kubur, apakah ada atau tidak ada dan masih banyak hal yang lain.

Mudah-mudahan, peristiwa dibawah ini, dapat menjelaskannya.

Sholat Isya selesai sudah ditunaikan, hari itu hari kamis, malamJum’at. Besok, hari Jum’at, hari dimana warga Pesantren libur. Jam baru menunjukkan pukul 19.30. santri laki-laki dari kelas 4 hingga kelas 6 (setara dengan kelas 1- 3 SMA) beranjak meninggalkan Mesjid menuju Aula Pesantren, demikian juga dengan santri wanita, menuju Aula Pesantren. Malam itu, di Aula diadakan acara Istimbat Hukum, sebuah acara pengambilan keputusan tentang masalah hukum, yang dalam bahasa agamanya disebut dengan Fikih Islam.

Di Aula, Meja di susun seperti acara resmi layaknya sebuah sidang pengambilan keputusan hukum, ada Meja Moderator, yang mengatur arah pembicaraan, ada Meja Pimpinan Sidang yang akan diisi oleh para Ustad, ada meja pengamat, ada kelompok yang akan memberikan pemaparan makalah soal hukum yang akan dibahas dan kelompok Penyangga yang akan menyangga pendapat Pemapar makalah atau yang memberikan alternative lain.

Para Peserta Istimbat, apakah kelompok Pemapar atau Penyangga, masing-masing membawa kitab yang tebal-tebal sebagai bahan dasar hukum pemaparannya atau dasar hukum untuk menyanggah dan hebatnya, semua itu dilakukan oleh para santri yang setara dengan murid kelas 1 -3 SMA.

Pokok bahasan malam itu, apakah adzab kubur itu memang ada atau tidak ada?

Acara dibuka oleh Moderator, dengan menyebutkan semua aturan yang berlaku. Seperti harus sopan, tidak mengkritik masalah pribadi dari masing-masing kelompok, serta semua pendapat yang dikemukakan harus memiliki dasar hukumnya, apakah itu ayat al-Qur’an atau hadist Shahih.

Acarapun di mulai, Pemapar mengemukakan bahwa memang ada dalil-dalil kuat yang menyatakan bahwa adzab kubur itu memang ada, sementara dari kelomok Penyanggah juga mengemukakan dalil-dalil yang tak kalah kuatnya yang menyakan bahwa adzab kubur itu tidak ada.

Pembahasan malam itu, berakhir hingga pukul 23.30 dengan kesimpulan bahwa acara dengan pokok pembahasan yang sama akan dilanjutkan minggu depan. Alasannya, malam itu belum dicapai kesimpulan, apakah Adzab kubur itu ada atau tidak.

Malam Jum’at berikutnya, acara Istimbat hukum dilanjutkan, pokok bahasan masih tetap sama. Saya yang awam hanya terkagum-kagum, melihat bagaimana anak-anak muda seusia siswa SMA itu membuka kitab kuning dan kitab-kitab ulama temporer yang tebal-tebal, membahas masalah yang sangat sensitive itu dengan semangat dan perilaku yang sangat rasionil.

Hingga pukul 23.30 masalah belum selesai, dua kubu masih belum sepakat, dalil-dalil mereka sama-sama kuat. Tetapi acara sudah harus ditutup. Maka kini, bola diberikan pada Pimpinan Sidang untuk menentukan sikap yang akan diambil.

Pimpinan Sidang mengambil keputusan al:

-Bahwa kita semua, peserta Istimbat sepakat untuk tidak sepakat, bahwa adzab kubur itu ada sekaligus juga sepakat tidak ada, hingga kelak ada dalil yang lebih kuat lagi yang menyatakan salah satu diantaranya. Ada atau tidak ada

-Bahwa masalah yang dibahas ini sangat sensitive, maka diminta untuk tidak dibicarakan diluar lingkungan Pesantren, jika harus menjawab pertanyaan dari masyarakat luar tentang masalah ini, maka jawablah yang sesuai dengan kemampuan pikir orang yang bertanya.

Selesai Pimpinan siding mengambil keputusan, peserta dapat menerima dengan legawa, tak ada perpecahan diantara mereka, perbedaan tidak menghalangi mereka untuk tetap akrab.

Padahal mereka anak-anak muda yang belum mateng dan lokasi Pesantren yang saya ceritakan itu, di daerah terpencil di bagian Sumatera bagian Utara. Lalu bagaimana dengan kita yang sudah dewasa dan sangat akrab dengan dunia luar?

Analog dengan cerita diatas, maka soal ucapan “Selamat Natal” gak ada yang perlu dipermasalahkan, semua punya dalil yang kuat. Yang jadi masalah, jika salah satu pihak mengklaim diri paling benar, pada saat yang sama menyalahkan pihak lain.

Implikasi di lapanganlah yang melahirkan istilah moderat dan konservatif, toleran dan intolerans. Kebesaran jiwa pada umat Nasrani, juga sangat dibutuhkan dalam hal ini, untuk mereka yang mengucapkan “Selamat Natal”, ya, disyukuri aja, untuk mereka yang tidak mengucapkan “Selamat Natal”, ya gak apa-apa. Tokh, Natal akan tetap berlangsung dengan Ucapan atau tanpa Ucapan “Selamat Natal”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun