[caption id="attachment_380383" align="alignleft" width="318" caption="Boboho (sumber: Gogle)"][/caption]
Pada libur akhir tahun 2014, Pakde Kartono, menghabiskan hari liburnya di Jogyakarta. Beberapa tulisan yang beliau upload di Kompasiana, menyatakan kalau beliau sedang berada di Jogya. Mengetahui hal itu, Mas Jati, sebagai sohib karibnya ingin segera menemui Pakde Kartono dan mengundangnya untuk mampir di Istana Mas Jati. Sebagai teman yang diundang, Pakde Kartono tentu, tak ingin mengecewakan Mas Jati, sohib karibnya yang selama ini hanya beliau kenal di dunia maya.
Singkat cerita, Pakde Kartono telah duduk di ruang tamu rumah Mas Jati.Tak berapa lama kemudian, teh panas kentel manis telah dihidangkan di atas meja.
“Mari dicoba teh manisnya, Pakde” Mas Jati mempersilahkan tamu istimewanya.
“Oh, makasih Mas Jati” sahut Pakde Kartono pula, sambil meraih gelas yang berisi teh panas kentel manis yang terhidang itu, lalu menyeruputnya. Terlihat ekspresi puas di wajah Pakde Kartono, mungkin tehyang dihidangkan Isteri Mas Jati itu, sungguh nikmat, khas Jogya yang tak pernah beliau rasakan sebelumnya, meski di manca Negara sekalipun.
Tiba-tiba…. Cliiing!!!!. Wajah Pakde Kartono berubah jadi Syahrul Khan.
Melihat kejadian ini, Mas Jati sangat kaget, ada apakah gerangan?
“Mohon maaf, Pakde Kartono. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi?”
“Tenang Mas Jati, mungkin gula pada teh yang Mas Jati pakai, import dari India ya?” Tanya Pakde Kartono kalem. Tak terlihat ekspresi marah atau kecewa di wajah lelaki yang selama ini jadi idola wanita matang manggis dan gadis ABG kinyis-kinyis itu.
“Bener Pakde, gulanya pakai gula import dari India” jawab Mas Jati, dengan ekspresi wajah menyesal.
“Nah, itu sebabnya wajah saya berubah jadi wajah Syahrul Khan” jawab Pakde Kartono lagi, masih dengan ekspresi kalem.
Tak berapa lama kemudian, Isteri Mas Jati kembali menghidangkan singkong rebus di atas Meja.
Kedua sahabat itu, terus saja berbincang sambilberhahaha-hihihi, segala macam topik mereka bahas.
Tiba-tiba Mas Jati ingat sesuatu, beliau belum mempersilahkan tamu istimewanya untuk mencoba singkong rebus buatan isterinya.
“MariPakde, singkong rebusnya dicoba. Sampai lupanawarin Pakde, keasyikan ngobrol” kata MasJati, pada Pakde Kartono.
“Terima kasih Mas Jati, tapisaya takut sama Bukde” jawab Pakde Kartono lagi, kali iniwajahnya terlihat serius.
Melihat keseriusan di wajah Pakde Kartono, Mas Jati kaget, masa ada seorang Isteri melarang suaminya makan singkong, atau apa karena Bude Kartono sudah demikianlama tinggal di Australia, sehingga makan singkong bisa menurunkan gengsi. Daripada berprasangka tidak baik, kenapa gak tanya sekalian, begitu pikirMasJati.
“Apa Bukde melarang Pakde makan singkong?” tanya Mas Jati penasaran.
“Dillarang sih gak, cuma saya gak bisa membayangkan bagaimana reaksi Bukde nanti, kalau saya makan singkong yang dihidangkan Mas Jati”jawab Pakde Kartono lagimasih dengan serius.
“Maksud Pakde bagaimana?” tanya Mas Jati, tambahbingung.
“Kalau wajah saya berubah dari Bradpitt jadi Syahrul Khan, Bukde masih maklum. Tapi, bagaimana jika berubah dari Syahrul Khan jadi Boboho, sayagak bisa saya bayangkanreaksi Bukde nanti” jelas Pakde Kartono lagi.
“Hahahahahaha…..” Pakde Kartono dan Mas Jati ngakak ketawa berbarengan.
Harigini@masihimporsingkong.com.
Bangsa miskin materi, makan singkong lokal
Bangsa miskin harga diri, makan singkong import
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H