Bagi mereka yang pernah menerbitkan buku, tentu pernah mengalami, buku yang diterbitkan diminta gratis oleh teman-temannya. Bahasa yang digunakan, bisa bermacam–macam. Namun, isinya, minta diberi buku yang telah terbit, alias gratis.
Lempar kemari satu dong,
Dari bukti terbit yang beberapa exp, bisa dong dikirim satu ke mari,
Bisa dong, untuk temen ini, hadiahin satu.
Bagi satu dong, gratis ya?
……………
Saya sebenarnya, tak ingin menuliskan masalah diatas, maklum, saya bagian dari yang mengalami hal demikian. Jadi, seakan curhat. Kalau saja, tidak ada kejadian, pagi tadi, ada seorang yang baru saja saya kenal, lalu tahu kalau saya menerbitkan buku, dengan enteng minta buku gratis. Malam sebelumnya, seorang teman yang menerbitkan buku, juga curhat tentang bagaimana dia “dikeroyok” teman-temannya untuk memberikan buku yang baru saja diterbitkan. Dari dua kejadian diatas, agaknya patut jika saya membuat tulisan ini.
Mengapa jangan minta gratis?
Meminta gratis buku pada temen yang menerbitkan buku, seakan tak ada yang salah disitu. Namun, jika diperhatikan dengan seksama. Maka, kita akan kaget sendiri, melihat akibat yang ditimbulkannya. Seperti.
Satu, Memang, bagi penulis yang menerbiutkan bukunya pada penerbitan Mayor, akan menerima bukti, jika bukunya telah terbit. Berupa buku yang diterbitkan dengan jumlah bervariasi antara 4 exp hingga 10 exp. Tetapi, seorang sahabat yang saya kenal baik, menceritakan bahwa sebagai bukti terbit, dia hanya menerima satu exp. Masalahnya, jika setiap teman yang minta gratis, harus diberi. Maka jumlahnya berapa? Tidakkah terpikir pada yang meminta, hal itu akan menyulitkan teman yang menerbitkan buku.
Diluar bukti terbitnya buku, sang penulis “terpaksa” akan membeli bukunya sendiri, lalu memberikannya pada temen-temen yang meminta. Terbalik kan logikanya?