Sebenarnya, niat menulis tentang Tabayun, telah lama sangat, selalu saja saya tunda, karena berbagai pertimbangan. Salah satunya tidak ingin menambah hiruk pikuk, tak ingin menambah runyam situasi, tak ingin malah menjadikan kontra produktif.
Coba lihat saja pada Media Sosial. Mulai periode kampanye pileg, lalu puncaknya pada kampanye pilpres. Baik di FB, Twitter, Koran harian, Mingguan, bahkan pada periode pilpress ada stasiun TV yang ikut hanyut. Semuanya memberitakan, menulis tentang “mereka” yang diseberang. Apakah mereka yang diseberang karena berbeda aliran politiknya, berbeda paham kemasyarakatan, atau berbeda capres yang diusung. Selalu saja mereka yang di seberang kita ditulis dengan nada yang tidak pas. Selalu meleset dan bahkan, mengarah pada black campaign dan fitnah.
Lalu bagaimana sikap kita? Jawaban dari pertanyaan ini, itulah yang disebut dengan Tabayun. Yakni, mencari sumber berita yang valid dari berita yang kita terima, hingga kita tahu berita yang sesungguhnya. Jika perlu, mengkaji apa sebenarnya latar belakang dibalik berita itu dan apa yang sedang dijadikan sasaran tembak dari berita itu. Dan yang terakhir tidak terburu-buru menjudge berita yang kita terima sebelum kita kaji secara benar dan menimbang akibatnya yang ditimbulkannya.
Kasus pilpreskemarin, agaknya cukup memberikan pelajaran berharga untuk kita. Bagaimana ketika kubu yang satu menuliskan “sesuatu”, lalu, dikomentari dengan bahasa kasar oleh pihak sebrang, bagus kasarnya masih dalam konteks isi tulisan. Tak jarang diluar konteks tulisan, bahkan hingga membawa masalah pribadi. Padahal sumber berita tulisan “sesuatu” itu tidakvalid. Akhirnya, beberapa hari kemudian, pihak yang disebut sebagai obyek tulisan, mengeluarkan pernyataan bahwa berita yang direleas tidak benar. Demikian juga yang terjadi pada pihak yang sebelah lagi. Pernyataan dan berita “berbalas pantun” yang sama sekali tidak produktif, hanya akan menimbulkan sakit hati, hilangnya pertemanan dan surutnya respect pada kedua belah pihak.
Padahal, kita yang menulisnya, bukanlah salah satu anggota partai, bukan juga terkait ikatan darah dengan capres yang kita usung, bukan juga terikat kontrak sesuatu yang memiliki kepentingan dengan capres yang kita usung, kenalpun tidak. Bahkan bertemu pun belum. Tetapi kita mempresentasikan diri, lebih hebat dari itu, bahkan lebih “kenal” tentang capres yang kita usung, daripada diri sang capres itu sendiri.
Lalu bagaimana, jika kita memang anggota partai, memang memiliki ikatan darah dengan capres, memang memiliki kepentingan dengan capres yang diusung, bahkan menjadi team sukses sang capres? Untuk kasus yang terakhir ini, silahkan tulis hal-hal yang baik tentang capres yang kita usung. Tentang program-programnya, tentang target capaian yang akan dikerjakannya dan sejibun masalah positif lainnya tentang capres yang kita usung. Gak perlu menuliskan tentang “jelek-jelek”nya capres sebelah. Ketika kita akan menulis kejelekan capres sebelah, tanyakan pada diri sendiri. Apakah capres yang kita usung tidak memiliki kelemahan, tidak memiliki kesalahan, tidak memiliki kejelekan? Jika jawabnya iya. Apakah kita sudi jika semua kelemahan itu dituliskan pihak sebrang? Jika jawabnya tidak sudi, maka demikian juga yang akan dirasa pihak sebelah.
Mari kita sudahi tentang “koreksi” pada pihak “sebrang atau sebelah”, sudah saatnya kita merenungkan apa yang mampu kita kerjakan ke depan, untuk masa depan yang lebih baik, lebih baik untuk diri sendiri, lebih baik untuk keluarga, lebih baik untuk lingkungan kita dan terakhir lebih baik untuk Negara kita, Indonesia.
Untuk apa yang telah salah kita lakukan pada masa lalu, mari kita tutupi kelemahan itu dengan cara Tabayun. Yakni, cari sumber berita yang valid, pelajari latar belakang berita itu lalu sasaran apa yang hendak dituju berita itu, dan jangan tergesa-gesa mengambil keputusan tentang berita yang kita terima. Jika tetap saja masih melakukan kesalahan, mumpung posisi kita diakhir ramadhan, dan dua hari lagi kita lebaran. Maka ada baiknya kita saling meminta maaf dan saling memberi maaf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H