[caption caption="Jangankan Mercy's, Kereta Kencana-pun dapat dimiliki (Dok. Pribadi)"][/caption]Banyak diantara kita merasa diri kurang sukses. Benarkah demikian? Benar. Jika, indikatornya menurut indikasi diri sendiri. Bukan seperti nilai yang disepakati bersama.
Beberapa puluh tahun lalu, ketika Ibu saya masih hidup. Adik beliau yang saya panggil dengan Paman, seorang PNS. Pernah curhat pada Ibu. Paman mengatakan pada Ibu, kalau beliau kurang sukses. Ibu hanya mendengar segala curhat Paman. Paman mengindikasikan ketidak-suksesan beliau, dilihat dari perolehan materi yang dimilikinya, kurangnya waktu untuk berkumpul dengan keluarga dan kurangnya teman, terutama pada tetangga dilingkungannya berada.
Di akhir curhatan Paman, Ibu menganjurkan beliau untuk berhenti jadi PNS. Menurut Ibu, dengan berhenti jadi PNS, Paman dianjurkan untuk berjualan kecil-kecilan saja di rumah, waktu yang cukup itu, gunakan untuk bergaul dilingkungannya. Tuntaskan waktu dengan lingkungan. Jika perlu, jadilah RT atau RW atau apapun itu dilingkungan tempat tinggal.
Paman kaget dengan usulan Ibu, mereka berdebat tentang usulan Ibu. Usulan yang menurut Paman, sungguh konyol. Namun Ibu “kekeuh” dengan pendapatnya. Segala hikmah yang akan Paman peroleh, Ibu utarakan. Sementara Paman, mengemukakan semua sisi buruk yang akan dia terima jika berhenti jadi PNS.
Aneh tapi nyata. Paman mengikuti usul Ibu. Beliau benar-benar berhenti jadi PNS. Lalu, terjun secara tuntas dilingkungan tempat tinggalnya.
Puluhan tahun sudah berlalu, kini Paman memang sukses. Secara materi beliau cukup berada, waktu kumpul keluarga cukup banyak, anak-anak beliau seluruhnya sudah selesai S1, dan siapa yang tak kenal beliau? Bukan hanya dilingkungannya. Namun, hingga melampaui daerah beliau. Sayang, Ibu kini sudah tiada.
Apa yang berubah pada Paman setelah berhenti kerja?
Beliau berusaha berteman dengan semua orang, tidak sekedar “say.. hallo”. Melainkan, benar-benar berteman. Membina persaudaraan dengan rasa kasih sayang.
Beliau benar-benar terjun ke masyarakat, kontribusi Paman pada msayarakat sekitar benar-benar dirasakan masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya.
Sifat-sifat beliau yang dulu sebagai “menak” yang lebih berkesan sombong, menjaga image dan menjaga jarak, beliau kikis habis, sehingga sangat ramah, peduli dan dekat dengan masyarakat.
Apa yang dapat ditarik dari cerita diatas? Ternyata untuk sukses, tidak harus dimulai dengan modal uang atau capital yang besar. Tetapi, lebih pada bagaimana sikap kita untuk sukses itu sendiri. Jika ingin sukses, maka sikap sebagai orang sukses harus kita miliki terlebih dahulu.