Saya kok, tidak mau berwacana bahwa banjir kemarin di DKI, karena hukuman Tuhan. Terlalu meremehkan Tuhan rasanya, Jika memang Tuhan akan menghukum, kenapa kok hanya banjir, apa susahnya Tuhan menimpakan gempa, sebesar 8,4 Skala rechter misalnya, lalu dengan gempa sebesar itu, maka akan ada Tsunami. Air akan naik dan mengejar ke permukaan. Jakarta akan tuntas tenggelam. Sebagian Bogor juga akan porak poranda.
Saya juga, tidak akan menyalahkan Jokowi, Jokowi telah bekerja keras, hampir semua sungai dan kanal telah dikeruk. Waduk pluit sudah disulap dan dikembalikan fungsinya, demikian juga beberapa waduk yang lain. Banjir kanal Timur telah dilakukan, apa yang dulu hanya sebatas wacana kini telah menjadi kenyataan. Relokasi warga sekitar Ciliwung sudah dilakukan, Jalan Daan Mogot telah ditinggikan.
Tetapi banjir tetap terjadi, bahkan kedatangan lebih awal dari biasanya. Jika biasanya banjir terjadi pada awal bulan Februari, maka kini banjir datang pada pertengahan Januari. Volume air yang datang juga luar biasa banyak, bahkan juga terjadi serempak. Karawang, Subang, Semarang, Kudus, Jepara dan Pati.
Lalu, bagaimana menjelaskan kejadian banjir DKI ini? Apa hikmah dibaliknya? Untuk itulah catatan ini dibuat.
Bencana ini, bukan hukuman Tuhan, melainkan cara Tuhan memperlihatkan kasih sayangNya, cara Tuhan memperlihatkan pada umatNya, mana yang benar-benar peduli pada sesama manusia, mana yang hanya banyak bicara tanpa prilaku konkret. Memisahkan antara barang genuine dengan KW2.
Dengan bencana itu, kita tahu, ada tukang ojek yang telah sepuluh hari meninggalkan kerja ngojek untuk menjadi sukarela menolong saudara-saudara kita yang sedang kebanjiran. Ada relawan-relawan yang tidak pernah namanya muncul di media cetak maupun media elektronika, mereka menyabung nyawa mengevakuasi warga dan menyalurkan pangan. Sementara yang lain, menguras pundi-pundi uang telah lama disimpan, simpanan yang diniatkan untuk melaksanakan ibadah umroh, tetapi dengan terkurasnya pundi-pundi itu, pelaksanaan ibadah itu tertunda.
Sementara disisi lain, mereka yang ditugaskan memang untuk itu, ada saja yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Jatah pengungsi yang dikurangi, adanya mark-up biaya dalam operasional penanggulangan biaya bencana. Pengalihan biaya dan bahan bantuan, serta berbagai macam kelicikan yang saya enggan untuk menyebutnya satu persatu.
Bentuk lain dari mereka yang mengambil kesempatan dalam kesempitan itu, juga dilakukan oleh para politikus dan partai politik. Mereka memberikan bantuan dengan mengibarkan benderanya, memberikan bantuan dalam bungkusan-bungkusan yang diberi label partai. Apakah mereka ini, melakukannya dengan ikhlas? Saya tidak tahu, karena ikhlas adalah urusan hati. Karena tidak satupun manusia yang mengerti hati manusia lain, maka saya tidak berani menjudge mereka, soal ikhlas atau tidak ikhlas. Tetapi, yang pasti mereka mempunyai pamrih. Pamrih yang hasilnya mereka harapkan akan dipanen pada bilik-bilik suara pada pemilu besok.
Lalu, kemana mereka yang selama ini berkoar-koar peduli pada rakyat kecil, pada orang miskin. Ngumpet dimana mereka? Mana batang hidungnya kok tidak terlihat? Apakah koar-koar mereka selama ini, hanya karena mereka bekerja disitu, hanya karena sebab tugas yang harus dikerjakan tanpa menyertakan hati. Atau mereka kerja disitu karena tidak mampu mencari kerja di tempat lain.
Lalu untuk mereka yang terkena musibah, apa tanda kasih sayang Tuhan pada mereka di bencana DKI ini?Menurut saya, jelas sekali Tuhan memberikan kasih sayangnya, pesan moralnya, begitu susahnya “kamu” di dunia karena bencana banjir yang terjadi. Lalu ketika “kamu” mati, kamu akan masuk Neraka. Lho… kok bisa? Ya bisalah, karena Tuhan menciptakan dunia ini, begitu luas, begitu beragamnya, lalu kenapa kok kamu masih bertahan disana?, bertahan pada lahan yang setiap tahun tenggelam bencana banjir, bukankah dengan begitu, kamu telah mendzalimi dirimu sendiri?. Padahal, sebenarnya kamu bisa pindah ke tempat lain, lahan yang bebas banjir, selain kamu menghindarkan tuduhan karena kamu telah mendzalimi dirimmu sendiri, sekaligus sebagai bentuk syukur kamu pada Allah. Karena Allah menciptakan lahan lain dipermukaan bumi ini yang bebas banjir….. Wallahu A’laam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H