Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hati Dulu Baru Akal

22 Februari 2014   01:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:35 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sore ini karena ketiduran, setelah semalam kurang tidur dan siangnya melakukan perjalanan jauh, saya terlewatkan melakukan sesuatu yang rutin saya lakukan. Hati memperingatkan kealpaan yang terjadi, ada rasa tidak enak yang terasa di hati.

Ketika ada keraguan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang tidak diketahui posisinya, apakah melanggar hukum atau tidak, maka orang bijak menyuruh kita untuk bertanya pada hati. Hati tidak pernah berbohong, kecenderungannya mengajak manusia melakukan perbuatan yang benar, tidak menyalahi hukum dan kaidah moral yang berlaku.

Ada penjelasan sederhana, mengapa orang yang suka melakukan perbuatan salah, air mukanya terlihat keruh, kasar dan buram. Karena jenis manusia ini, suka melawan kata hatinya, suka mengabaikan suara hati, perbuatan melawan kata hati, akan mengakibatkan kelelahan jiwa, lelahnya jiwa dapat terbaca dari raut muka yang bersangkutan seperti yang ditulis diatas. Keruh, Kasar dan Buram.

Setelah hati berkata dan memberikan guidance, maka tugas akal mencari pembenarannya, bisa dari hukum positip, bisa dari adat istiadat, kearifaan lokal, bisa juga dari kaidah agama. Jika urut-urutan demikian bisa kita lakukan, saya percaya akan terjadi harmoni dalam kehidupan. Tak ada pertentangan yang tak perlu, tak ada perdebatan sia-sia yang menguras tenaga dan waktu.

Jelas sekali hati merasakan beda antara Maling ayam karena lapar dengan korupsi Milyardan karena nafsu ingin kaya yang tak pernah terpuaskan. Tetapi ketika dijatuhi hukuman, beda lama hukuman antara kedua jenis pelaku, hanya dalam hitungan bulan. Hati mengatakan ada sesuatu yang tidak benar disitu. Soal bukti hukum dan logika hukum berdasarkan pasal-pasal hukum positip biarkan akal yang mencarinya, tentunya mereka yang paham dalam soal hukum. Tetapi yang tidak boleh dilupakan suara hati tadi. Jika hal ini benar dilakukan tentu beda masa hukuman akan berbeda jauh.

Hati kita jelas mengatakan ada beda yang mendasar antara mobil baru dengan mobil usang. Jika mobil yang katanya baru itu, tiba-tiba mogok, ada beberapa bagian dari “jeroannya” yang karatan. Maka ada sesuatu yang tidak beres disana. Tugas akal yang menjelaskan mengapa peristiwa itu bisa terjadi. Apakah ada mark-up disana, bagaimana kontraknya, bagaimana peristiwa yang melatar belakangi sebelum di tanda tangani kontrak atau apakonsekwensi yang akan diterima, baik bagi si penjual atau sebaliknya, pihak yang membeli. Diluar semua itu, logika hati yang menyatakan mobil baru itu… bla..bla..bla… tidak dapat digugurkan dengan penjelasan akal sekitar peristiwa pembelian mobil.

Hati menyatakan bahwa seluruh rakyat Indonesia itu sama kedudukannya, apakah itu menyangkut kewajibannya atau haknya. Dalam hal ini, haknya dalam mendapatkan perhatian pemerintah ketika terjadi musibah. Maka ketika di satu daerah masyarakat mendapat musibah yang sama dengan di daerah yang lain. Tetapi Presiden mendatangi beberapa bulan setelah musibah terjadi, sedang pada daerah lain hanya dalam hitungan hari, maka ada sesuatu yang tidak beres disana. Tugas akal lah menjelaskan mengapa perbedaan ini dapat terjadi. Tetapi, apapun penjelasan akal itu, mestinya tidak menggugurkan rasa ketidak-adilan yang telah disuarakan oleh hati.

Alangkah idealnya, jika mendengar suara hati. Karena ketika Indera kita yang lain bisa tertipu, maka hati kita tak dapat ditipu.

Coba liat, mata kita dapat tertipu ketika melihat bintang itu kecil, padahal sesungguhnya dia jauh lebih besar dari itu, bahkan dari bumi kita sendiri.

Coba rasakan, bagaimana kita tertipu dengan ilmu pengetahuan yang kita miliki, kita merasa ilmu yang kita miliki sudah begitu banyak, padahal untuk menjelaskan beda rasa manis antara manisnya apel dan manisnya rambutan, ilmu pengetahuan yang kita miliki tidak mampu menjelaskannya secara detail.

Betapa kita mengira bahwa kita memiliki mulut yang mampu mempesona setiap orang, dengan kemampuan lobby dan orasi yang bisa kita lakukan. Tetapi untuk menyampaikan kebenaran sesungguhnya pada sang pemilik kebenaran, kita tidak membutuhkan suara dan mulut. Kita cukup lakukan dengan berbisik, tanpa suara, dan bisikan itu dilakukan oleh hati, yang dikeluarkannya dari lubuknya terdalam.

Selamat Sore Indonesia

Menuju Indonesia lebih baik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun