Satu, dua, tiga, empat, lima, enam tujuh… pada hitungan ketujuh, datang menghampiri ombak terbesar.
Satu, dua, tiga, empat, lima, enam tujuh, kembali ombak terbesar yang datang menghampiri.
Reflex Kasman mengambil buah kelapa yang terletak disebelahnya. Buah kelapa tua nan dia persiapkan untuk percobaan sore ini. Dengan sekuat tenaga dia melemparkan buah kelapa tua itu. Sesuai dengan perkiraan Kasman, buah kelapa itu, mendarat dengan mulus di puncak Ombak, lalu dengan sekali tarikan kuat, buah kelapa yang mendarat dengan mulus itu, tertarik ke tengah samudra. Kemudian hilang dan tak kembali lagi.
Sore ini, adalah sore keempat, Kasman duduk diatas tebing tertinggi di Pulau “entah” demikian nama yang diberikan teman Bugisnya Ambo Gatta. Disebabkan karena, mereka tidak mengetahui nama pulau ini, maka Ambo Gatta memberikan nama Pulau entah.
Tujuannya jelas, Kasman ingin memastikan ombak mana yang dapat membawa mereka keluar dari pulau entah ini. Dari pengamatan Kasman, maka pada hitungan ketujuh, ombak terbesar itu datang. Masalahnya, sebesar apa tenaga yang dihasilkan sang ombak ketujuh itu, untuk menyeret benda yang ada dipermukaan laut untuk dibawa ke tengah lautan. Untuk itu, Kasman memilih buah kelapa sebagai benda uji untuk percobaannya.
Prinsipnya, Kasman tak ingin gagal, sebagaimana yang dia alami dua minggu lalu. Jika hari ke empat sukses. Bagaimana dengan hari kelima? Hari keenam dan hari ketujuh?.
Maka, percobaan ini, harus dilanjutkan hingga tuntas. Hingga hari ke lima, ke enam dan ke tujuh. Biarlah menunda tiga hari dalam percobaan, daripada gagal ketika pelaksanaan. Gagal berarti nyawa taruhannya. Hanya keajaibanlah yang membuatnya masih hidup hingga kini, pada kegagalan dua minggu yang lalu itu. Kegagalan yang tak boleh diulangi lagi.
******
“Man, bangun” terdengar suara sayup-sayup ditelinga Kasman. Perlahan-lahan mata Kasman terbuka, terlihat olehnya Ambo Gatta berdiri tepat didepannya.
“Dimana kita Ambo” tanya Kasman, mencoba duduk. Sekujur tubuhnya, terasa sakit dan ngilu. Ada beberapa gores luka yang masih menganga di kaki dan lengan Kasman.
“Saya tak tahu” jawab Ambo Gatta.