Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Atok, Tak Ngaceng Lagi

29 Mei 2016   13:13 Diperbarui: 29 Mei 2016   13:49 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertigaan yang sepi sebelum kejadian itu (dok. Pribadi)

Makin lama, kerumunan manusia di simpang tiga menjelang pasar pagi itu semakin ramai. Entah darimana mereka  datang? Antusias manusia untuk melihat, sangat kental terasa. Berbondong-bondong, bergelombang-gelombang yang semakin lama semakin besar. Begitulah kerumunan itu, makin membesar dan membesar. Dalam sekejap saja sudah terkumpul banyak orang.

Mereka mengerumuni sesosok manusia yang tergeletak lemah. Tak berdaya, memelas dan tubuh itu, meringkuk terkulai. Darah masih tampak segar masih menetas di pelipis matanya, pada sisi wajah yang lain, tampak lebam kebiru-biruan. Baju biru kotak-kotak abu-abu kemerahan yang dipakainya sudah tak jelas lagi warnanya. Mungkin saja, karena tubuh itu sudah diseret oleh sekelompok orang sebelumnya.

Entah siapa yang memulai, lalu, ada teriakan..

Bakar..

Bakar..

Bakar!!!!

Teriakan yang semakin lama, semakin membahana. Diikuti hampir semua mereka yang ada disekeliling kerumunan.

Terlihat seorang anak muda menyeruak masuk ke dalam kerumunan, menenteng botol plastik. Dari tampilan botol plastik yang bening transparan, jelas isinya bensin.  Prosesi pembakaran pada manusia yang meringkuk dan masih bernapas ditepi jalan, pada pertigaan menjelang pasar pagi itu, agaknya akan segera dimulai.

Beberapa orang yang tadinya berdiri dalam kerumunan, ada yang meninggalkan kerumunan, kepalanya menggeleng-geleng, mungkin saja, dia berpikir, itu pekerjaan gila, membakar pencoleng yang masih hidup. Kalaupun sang pencoleng itu salah, apakah patut dibakar? Sudahkah seimbang antara kesalahan yang diperbuatnya sebanding dengan hukuman yang akan dia terima?

Koruptor yang menghabiskan milyaran uang Negara, yang nota bene uang rakyat, jangankan dipukuli, dibentak saja mungkin tidak. Bahkan ketika mereka ditahan, tahanan mereka ruangan ber-AC. Bebas dikunjungi keluarga, masih bisa keluyuran ke luar tahanan. Ada  yang menikah sirri, bahkan isteri-isteri mereka masih sempet hamil. Lalu, apakah sosok yang tergeletak itu, lebih jahat dari koruptor hingga harus dibakar.

Tiba-tiba, masuk ke dalam kerumunan, seorang yang bertubuh besar, berwajah teduh namun garis-garis wajahnya yang keras jelas terlihat, memakai kopiah Haji. Beberapa dari mereka yang sedang berkerumun, memberi jalan pada  sosok yang baru datang itu. Mereka mengenali siapa yang baru datang itu. Haji Murad.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun