Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Arti Hijrah untuk Jokowi

24 Oktober 2014   23:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:51 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemunculan Jokowi dapat dikatakan fenomenal,bagaimana tidak, dari seorang Wali Kota, berubah jadi Gubernur, belum habis masa jabatan sebagai Gubernur, lalu menjelma menjadi orang nomer satu di Republik ini.

Jokowi juga, bukan masuk dalam jajaran elit Politik, hanya anggota biasa, bahkan nyaris, pada pemilihan Gubernur DKI, ketua umum PDI Perjuangan tak menjagokannya, kalau saja tak malu dengan sosok Prabowo ketika itu, maka Jokowi tak di dukung oleh Partainya untuk menjadi orang nomer satu di DKI.

Jokowi juga fenomenal dalam banyak hal, istilah blusukan popular ketikan Jokowimelakukannya, padahal banyak pendahulunya telah melakukan hal yang sama, tetapi ketika orang membicarakan istilah blusukan, maka asumsi orang, itu Jokowi. Fenomenal yang lain, ketika usai pelantikannya, ada semacam pesta rakyat di Silang Monas, hal yang belum pernah terjadi pada Presiden sebelumnya. Lalu bagaimana kita menilai semua itu? Penilaian itu, tentu relative, tergantung siapa yang menilainya, apa tujuannya penilaian itu? Lalu nilai apa yang digunakan untuk penilaian itu?

Terhadap apa yang dianggap Fenomenal bagi sebagian orang, untuk sebagian yang lain, adalah sebuah bentuk yang mubazir, tak perlu, berlebih-lebihan dan lebay.

Ambil contoh tentang bertransformasinya jabatan dari orang nomer satu di DKI menjadi orang nomer satu di Republik ini. Bagi sebagian orang, hal itu menunjukkan bagaimana Jokowi memiliki Prestasi yang luar biasa, seperti anak SD yang sungguh pintar, dari kelas empat, langsung naik kelas enam. Ketika ujian SD, mendapat nilai tertinggi. Namun bagi sebagian yang lain, hal itu, justru sebagai bentuk penghianatan, bagaimana tidak, ketika Jokowi dilantik, bersumpah dengan menyebut nama Tuhan, untuk menyelesaikan tugasnya selama lima tahun di DKI, tetapi ditengah perjalanan, beliau melupakan sumpahnya untuk menduduki posisi yang lebih tinggi lagi.

Bagaimana, bisa digambarkan, ketika Negara ini sedang dalam kondisi dengan berjibun masalah, Jokowi tidak langsung bekerja untuk masyarakat yang dipimpinnya, tetapi malah tergoda untuk berpesta riya bersama rakyat untuk untuk merayakan pelantikannya sebagai orang nomer satu di Republik Indonesia.

Deretan ke-lebay-an Jokowi akan semakin panjang jika diuraikan satu demi satu yang lain. Bagaimana Presiden sebelumnya untuk mengangkat pembantu-pembantunya cukup di Istana, dalam waktu yang singkat setelah mereka dilantik. Sementara Jokowi hendak melantiknya di Pelabuhan sibuk Tanjung Priok. Berapa banyak pihak yang dirugikan karena terganggunya aktifitas mereka di Tanjung Priok, belum lagi hiruk pikuk mengenai siapa yang akan menjadi anggota Kabinet, menyita berita berhari-hari di media, baik cetak, elektronik dan online. Sesuatu yang pernah dilakukan pendahuluannya secara cepat, cermat dan tidak mengganggu aktifitas “masyarakat”.

Lalu, bagaimana dengan janji yang akan mengumumkan susunan Kabinet, sesaat setelah pelantikan beliau menjadi Presiden, bagaimana dengan janji akan menjadikan satu Muharaam sebagai hari santri? Terlepas janji itu menimbulkan kontroversi di masyarakat.

Mengingat, selepas Jam enam sore nanti, akan memasuki tanggal satu Muharam, tahun baru Islam, tahun baru yang dilekatkan pada peristiwa hijrahnya –berpindahnya- Rasul dari Mekkah ke Madinah, maka momen penting ini, perlu diberikan pada Jokowi juga, sebagai momen penting bagi Jokowi untuk melakukan hjrah.

Hijrah yang berasal kata dari Hijriah, memiliki arti berpindah, berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain, dari kondisi yang kurang baik ke kondisi yang lebih baik, dari system yang kurang baik ke system yang lebih baik, singkat kata, hari ini lebih baik dari hari kemarin, hari esok akan lebih baik dari hari ini. Jika kondisinya stagnan, maka tidak terjadi hijrah disana.

Untuk kondisi hari esok, lebih baik dari hari ini, maka Jokowi perlu melakukan hijrah.

Konteknya dapat diterangkan sebagai berikut:

Satu, konteks kejadian. Kejadiannya, Jokowi kini sudah menjadi orang nomer satu di Republik Indonesia, beliau bukan lagi sebagai Gubernur atau bahkan sebagai wali kota. Apa yang dulu baik untuk dilakukan sebagai Gubernur atau sebagai Walikota, belum tentu baik untuk sebagai Presiden. Sudah saatnya, Jokowi melakukan hijrah dari rangkaian seremonial yang tidak perlu. Seperti niat untuk mengumumkan susunan Kabinet di Tanjung Priok, lakukan pengumuman di Istana saja, kalau perlu, tak perlu Jokowi sendiri yang mengumumkannya, serahkan pada Juru Bicara Istana atau pada Wakil Presiden. Tak perlu sering-sering bicara dengan wartawan, konsentrasikan diri di dalam Istana untuk menyusun Kabinet dalam waktu sesingkat-singkatnya. Tinggalkan pencitraan yang tak perlu, masalah yang dihadapi bangsa ini sudah demikian rumit, jika Jokowi mampu mengurai kerumitan itu, citra diri datang dengan sendirinya.

Dua, konteks Strategi. Untuk memajukan dan mensejahhterakan rakyat Indonesia, Jokowi perlu memiliki strategi yang jelas. Tak perlu mengerjakan semua pekerjaan dalam satu waktu. Tentukan prioritas utama yang hendak diraih. Menurut hemat saya, prioritas pertama adalah bagaimana menata ulang semua kontrak kerja Pertambangan, apakah itu Minyak, Gas dan bahan alam lain sehingga tidak menguntungkan hanya pihak asing, melainkan juga menguntungkan Indonesia. Sehingga potensi kebocoran yang terjadi selama ini dapat tertutupi, segala kekayaan yang dibawa keluar dapat dicegah seminimal mungkin, termasuk kekayaan Ikan yang dicuri selama ini oleh pihak asing. Jika saja potensi kebocoran itu bisa tertutupi, maka kesejahteraan sudah di depan mata. Jika Jokowi mampu melakukan hal ini, maka Prestasi yang dibuat Jokowi, merupakan prestasi luar biasa, hal yang belum pernah dibuat oleh para pendahulunya.

Tiga,Konteks Bekal. Jokowi perlu merubah mindseat berpikir bahwa bekal dan modal bangsa ini, ada para pengusaha, konglomerat dan kota. Tetapi ada pada pengusaha kecil, pengrajin kecil dan Desa. Jika saja, penggelontoran dana pada pengusaha dan konglomerat itu dialihkan pada seluruh pengusaha kecil dan pengrajin seluruh Indonesia, lalu desa di bangun dengan perhatian yang sama ketika para pemimpin membangun kota, maka akan lahir pengusaha kecil di seluruh Indonesia, semua desa akan makmur dengan sendirinya. Kemakmuran desa akan memakmurkan kecamatan, kemakmuran kecamatan akan memakmurkan Kabupaten, kemakmuran Kabupaten akan memakmurkan Provinsi, yang pada gilirannya, akan memakmuran Negara. Strategi semacam inilah yang dikenal sebagai strategi desa mengepung kota.

Akhirnya… Jokowi harus berani menghijrahkan dirinya, dengan demikian, kita akan memperoleh sesuatu yang lebih baik, yang ujungnya pada kesejahteraan bagi seluruh anak Bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun