Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Analogi Surat Dari Mertua

17 Februari 2015   09:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:03 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita  semua tahu, bahwa Jodoh, maut dan rezeki hanya Allah yang tahu. Saya yang bermukim di Jawa Barat,  lebih dari tiga dasa warsa, tidak asing  dengan bahasa sunda. Bahasa inilah yang saya pakai sehari-hari. Bahasa inilah yang menjadi bahasa ibu, bagi putra semata wayang saya. Karena ibunya, istri saya, adalah wanita parahiyangan. Namun demikian, jika sudah berbicara bahasa sunda, ada bahasa yang tidak saya kuasai, yakni bahasa halusnya, persisnya bahasa halus yang tidak  digunakan sehari-hari.

Suatu ketika, saya mendapat surat dari Mertua saya, bahasa yang digunakannya, bahasa sunda halus yang tidak lazim digunakan sehari-hari. Sehingga, arti dan maksud surat itu, tidak sepenuhnya saya kuasai. Namun, karena surat ini, datang dari orang yang sangat saya hargai dan hormati. Maka, surat itu saya baca setiap hari.  Saya berusaha keras untuk hapal semua apa yang beliau tuliskan, saya berusaha keras melafaz-kan bacaannya dengan lafaz yang benar dengan kaidah bahasa Sunda yang benar.  Hanya satu sisi lemah yang saya miliki, saya tidak berusaha mengerti arti dan maksudnya.

Waktupun berlalu. Pada ketika yang lain, saya berkunjung ke rumah Mertua. Mertua saya bertanya, apakah saya tidak tertarik dengan tawaran uang yang beliau tawarkan? Saya menjawab, tentu saja saya tertarik. Jika saya tertarik, mengapa saya tidak melakukan apa yang telah beliau perintahkan kepada saya? Demikian Mertua bertanya pada saya.

Saya bingung dan terheran-heran, apa maksudnya, kapan beliau menyuruh saya untuk melakukan sesuatu? Apa sesuatu itu?.  Untuk membuat semuanya jelas, maka, seluruh apa yang membuat saya bingung itu, saya tanyakan pada Mertua saya.

Beliau, balik bertanya apakah saya pernah menerima surat dari beliau? Saya jawab, tentu saya pernah menerimanya, saya hafal dengan seluruh isi surat beliau, sayapun dapat membacanya dengan benar, sesuai dengan kaidah bahasa sunda yang benar. Hanya saja saya tidak mengerti artinya. Maka, untuk meyakinkan beliau, sayapun  mengulangi seluruh kalimat dalam surat beliau itu, dengan ejaan yang benar sesuai dengan kaidah bahasa Sunda yang benar.

Mertua saya tertawa kecut, beliau kecewa pada saya, untuk apa semua hafalan itu? untuk apa semua ejaan itu? Jika saya tidak paham apa maksud isi surat yang beliau kirimkan itu.

Maksud surat itu, masih menurut Mertua saya, adalah, saya dimintanya untuk mencari pembeli tanah yang beliau akan jual. Jika tanah itu terjual. Maka, saya akan memperoleh bagian 10% dari nominal harga tanah yang terjual. Itulah maksudnya, beliau bertanya, apakah saya tidak tertarik dengan tawaran uang dari beliau. Mendengar penjelasan dari beliau, saya hanya terdiam, menyesali segala kebodohan saya, kesempatan emas yang beliau tawarkan itu, hilang disebabkan karena kebodohan saya. Saya tidak mengerti akan apa pesan beliau dari surat yang dikirimkannya.

Analog dengan cerita saya diatas. Betapa banyak diantara kita, termasuk manusia yang sungguh merugi. Betapa banyak diantara kita, setiap hari, rutin  membaca surat cinta yang dikirim oleh Allah pada kita. Bahkan banyak diantaranya hafal akan bacaannya, bukan hanya satu juz, bisa saja tiga puluh Juz. Hapal di luar kepala. Bacaannya yang kita baca, juga sesuai dengan tajwidnya. Sesuai dengan dialog Qureis. Dialog bacaan yang benar.

Tetapi sayang, berapa banyak diantara kita yang tidak mengerti artinya, tidak mengerti maksudnya. Lalu diantara yang mengerti arti dan maksudnya, berapa banyak yang telah melakukan apa yang diperintahkan dalam surat cinta Allah itu? Berapa pula yang telah menghindari serta menjauhi  dari apa yang dilarangNya?

Adalah aneh, jika kita membaca surat cinta dari Kekasih kita, dengan rutin dan hafal akan bacaan surat cinta, tetapi tidak mengerti akan isi surat cinta itu, lalu minta upah membaca.

Bukankah, logisnya, kita meminta upah. Jika kita telah membaca surat cinta itu, lalu kita berbuat dan melakukan sesuatu,  sesuai dengan  isi pesan yang tertera dalam surat itu. Apakah melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

Jadi, upah hanya layak diterima oleh mereka yang telah berbuat sesuai dengan isi pesan dalam surat cinta yang diperolehnya. Tanpa itu, agaknya naïf untuk meminta upah pada sang Pengirim surat, apalagi memindahkan upahnya pada orang lain.

Kini timbul pertanyaan. Apakah membaca dan menghafalkannya tidak perlu?. Jawabnya perlu. Tetapi, tindakan itu, hanya langkah awal. Langkah yang paling krusial adalah ketika kita melaksanakan apa yang kita baca dan kita hapalkan itu. Tindakan nyata yang kita perbuat setelah kita membaca dan menghafalkan, merupakan bukti nyata, kalau kita benar mencintai sang Pengirim surat.  Tanpa itu, kesungguhan cinta kita meragukan. Bahkan bisa saja disebut sebagai cinta palsu, PHP dan kebohongan semata.

Saatnya, kita berpikir ulang. Apakah kita sudah membuktikan “cinta” kita, dengan melakukan apa yang dipesankan dalam surat yang dikirimkan oleh yang kita cintai? Atau kita hanya seorang pecundang yang memberikan PHP, cinta palsu dan kebohongan semata…………. Wallahu A’laam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun