Bersimpuh pada pusara Mak, mengadukan segala hal tentang nasibnya. Tentang peruntungan yang dialaminya. Tentang sayangnya pada Mak. Tentang sesalnya yang tak mungkin habis, karena tak mampu membahagiakan Mak, semasa Mak masih hidup.
Belum sepuluh menit Armand bersimpuh pada pusara Mak. Hujan lebat turun. Armand berniat berdiri untuk meninggalkan pusara Mak. Namun, rindu pada Mak belum terlunasi.
Secepat itukah pertemuan ini akan diakhiri? Apakah seorang Jawara sehebat Armand harus takut pada hujan? Apakah patut hujan mampu memisahkan dia dengan Mak?
Akh....per syetan dengan mu hujan. Kau tak sebanding dengan sayangku pada Mak. Demikian bathin Armand. Maka, sang jagoan itu. Kembali duduk di depan pusara Mak. Tak ada yang menyaksikan semua kejadian itu, kecuali hujan lebat yang turun membasahi Armand.
Hingga subuh, hujan tak kunjung reda. Armand tak kunjung jua beranjak dari tempat duduknya, di depan pusara Mak. Dua makhluk ciptaan Allah, saling menunjukkan kesombongan nya. Hujan dengan derasnya yang tak kunjung reda, Armand dengan kegagahan yang tak mau mengalah untuk beranjak dari depan pusara Mak.
Waktu terus berlalu. Delapan jam sudah hujan dan Armand saling menunjukkan kehebatannya. Sehingga, Matahari pun, meski sudah pukul delapan pagi. Takut menampakkan dirinya. Langit seluruhnya diliputi awan gelap.
Entah dingin karena hujan yang sepanjang malam, atau dingin karena dalam "dekapan" Mak. Entah karena air hujan yang meluruhkan seluruh daki pada tubuh Armand atau kenangan masa kecil dulu dengan seluruh kasih sayang Mak. Armand tanpa disadarinya menjadi melankholis. Ada bulir hangat yang jatuh di pipinya. Ada bulir hangat sesal yang menyesak di rongga dadanya.
Hingga timbul tekad seorang preman besar yang tak ingin lagi berpisah dengan Mak. Apakah itu di dunia, juga di akhirat kelak.
Tekad yang menghilangkan semua rasa takut pada yang berwajib. Menghilangkan rasa takut akan dinginnya penjara, rasa takut akan kejamnya aparat.
Biarlah dia mendekam di penjara untuk menebus rasa salahnya. Biarlah dia tidak merantau lagi. Tetapi tetap tinggal di kampung untuk menjaga pusara Mak agar tetap terjaga, agar dia tetap dapat berdampingan selalu dengan Mak.
Biarlah dia mengurangi malam-malam lelapnya untuk tahajud memohonkan ampunan pada Allah. Agar kelak, dengan Iba dan kasihan Allah akan dipersatukan kembali bersama Mak di Jannah Nya.