Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Beberapa Kali Meninggal Namun Tetap Hidup Sehat dan Bugar

6 Juni 2020   15:38 Diperbarui: 6 Juni 2020   15:52 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilsutrasi desktopbackground.com

Mungkinkah seorang yang meninggal, bahkan berulang kali meninggal. Namun, tetap hidup, sehat dan bugar?
Jawabnya mungkin. Untuk menjelaskan fenomena itu. Maka, saya buatlah tulisan ini.

Dalam Islam, hukuman terberat yang patut diterima oleh seorang pesakitan adalah hukuman mati. Seseorang yang berbuat kesalahan dan kesalahan itu, tidak terampuni. Maka, sang terdakwa patut dihukum dengan hukuman terberat, yakni hukuman mati.

Kesalahan terbesar, yang dilakukan manusia muslim, adalah membunuh seorang muslim. Karena kesalahannya maksimum. Maka, hukumannya juga harus maksimum. Membunuh jiwa yang tidak bersalah, maka harus dibunuh.

Kini, timbul pertanyaan, apakah ada kesalahan yang lebih besar dari kejahatan pembunuhan? Jawab dari pertanyaan ini. Sebaiknya kita kembalikan pada dzat yang Menciptakan kita. Yakni, Allah SWT.

Melalui ayat Nya, Allah menyatakan, bahwa fitnah lebih besar dari pembunuhan. (QS. A;-Baqarah: 191).
Artinya, pihak yang melakukan fitnah. Telah melakukan kejahatan yang nilai kejahatannya melebihi dari pembunuhan. Sementara pihak yang difitnah, adalah pihak yang terbunuh. Bahkan, kekejaman yang diterimanya, lebih sakit dari sakitnya kematian itu sendiri.

Pihak korban fitnah inilah yang saya maksudkan sebagai pihak yang meninggal. Meski, korban ini masih hidup, sehat dan bugar.

Sesuai dengan kaidah "korban". Maka, pihak yang terbunuh ini, seluruh dosanya ditanggung atau berpindah pada pihak pembunuh. Artinya, pihak korban, dia hidup kembali (setelah di fitnah) dengan tanpa dosa. Bersih bagaikan anak yang baru dilahirkan oleh sang Bunda.

Bagaimana bisa seorang menjadi korban fitnah? Tentu saja bisa. Tanpa peduli apakah dia melakukan atau tidak melakukan apa yang menjadi obyek fitnah tersebut.

Mengapa? Karena Allah sayang pada individu yang menjadi korban fitnah. Dengan menjadi korban fitnah. Sang individu mengalami "transformasi" dosa. Memperoleh jalan pintas yang sangat pendek untuk bersih dari segala dosa yang selama ini menjadi beban baginya. Beban yang kelak akan dia pertanggung- jawabkan di hadapan sang Khaliq.

Namun, dengan menjadi korban fitnah. Dosa itu, seketika sirna. Akibatnya, sang korban, terbebas dari kewajiban mempertanggung-jawabkan apa yang menjadi point negatifnya, di hadapan sang Khaliq kelak.

Sampai disini. Kondisinya berubah. Pihak korban, justru menjadi pihak yang tidak dirugikan sama sekali. Pihak yang sama sekali tidak perlu dikasihani. Mengingat "sakit" yang dia derita, tidak sebanding dengan "profit" yang dia terima. Berupa ampunan Allah berupa bersihnya sang Korban dari dosa.

Justru, pihak yang melakukan fitnah, adalah pihak yang perlu dikasihani. Pihak yang patut untuk mendapat perhatian lebih. Mengapa? Karena, kerugian yang dia derita tidak berbanding dari apa yang dia peroleh dari membuat fitnah pihak korban.

Disadari atau tidak, sang pelaku telah berbuat kejahatan yang nilainya lebih besar dari pembunuhan. Plus bonus, menanggung segala dosa pihak korban, yang menjadi obyek fitnah yang dia lakukan.

Jika demikian kondisinya. Maka, selayaknya kita memberi "warning" pada semua sahabat kita. Bagaimana agar tidak menjadi pihak yang melakukan kejahatan yang nilainya lebih besar daripada pembunuhan.

Sebab dari semua masalah itu, akarnya, karena kita menerima informasi tanpa dilakukan cros chek terlebih dahulu. Dengan, begitu saja kita meyakini, berita yang kita terima, sebagai sesuatu yang valid dan layak untuk dipercaya. Bahkan, diyakini dengan sepenuh yakin.

Padahal, Allah sebagai dzat yang Maha Kasih telah memberikan rambu-rambu itu, agar kita tidak terjerumus pada perilaku yang kejahatannya lebih besar daripada pembunuhan. Apakah perilaku yang buat itu sadar atau tidak sadar dilakukan.

Tanda bukti Kasih dan Sayang Allah itu, dapat kita baca pada ayatNya :"Wahai orang-orang yang beriman! Jika seorang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya (klarifikasi dan verifikasi), agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu." (QS. Al-Hujurat: 6).

So. Mari kawan, cerdaslah. Jika ada berita yang sampai. Apakah itu dari sahabat, Medsos, WA, youtube atau bahkan dari orang terdekat sekalipun, suami atau isteri atau anak yang paling kita sayangi. Jangan langsung percaya. Selidiki dulu kebenarannya, klarifikasi dan verifikasi. Agar kita terhindar dari fitnah yang ditimbulkannya.

Gagal memverifikasi dan klarifikasi. Maka, pintu kejahatan yang nilainya lebih besar dari pembunuhan, terbuka lebar di hadapan kita.
Saya tak ingin sahabat tergelincir ke dalamnya.
.
Wallahu A'laam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun