Itulah sebabnya, agama Islam mendefinisikan pertempuran atau usaha keras untuk untuk menggapainya disebut dengan Jihad.
"Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya" (QS. Al-Hajj:78).
Lalu, para mufassir (ahli tafsir) menjelaskan dan merunutkan klasifikasi jihad menjadi empat tingkatan. Â Jihad pada level tertinggi Jihadun Nafs. Jihad memerangi hawa nafsu. Lalu berturut-turut, Jihadus Syaitan, Jihad melawan syetan. Jihadun Kuffar, jihad melawan orang kafir dan yang terakhir, Jihadul Munafiqun, jihad melawan orang kafir.
Mengapa nafsu menduduki ranking pertama? Karena nafsu merupakan bagian integral tubuh kita sendiri. Ada di dalam tubuh, dalam aliran darah, dalam pikiran, dalam pandangan, dalam hati bahkan dalam kilatan lintas  hayal manusia.
Sedangkan yang lain, Â ada di luar diri. Jadi, mudah untuk dideteksi. Mudah dikenali ketika menghampiri. Â Manusia dibekali dengan insting imun, sehingga sekecil dan sehalus apapun benda asing yang memasuki tubuh. Organ tubuh dengan otomatis melakukan penolakan. Â Sinyal yang dikirim tubuh inilah yang menjadikan kita waspada dan tahu ketika sesuatu yang sifatnya dari luar tubuh masuk ke dalam tubuh.
Ketika diri sudah jadi pejabat, ada nafsu yang menginginkan agar jabatan yang disandang lebih tinggi lagi. Ada nafsu yang membisikan agar jabatan itu dipertahankan selama mungkin. Apapun caranya, lakukan. Â Bahasa yang digunakan bisa bermacam. Dengan istilah taktik lah, terobosanlah, dan jika perlu lakukan kecurangan.
Ketika kekayaan sudah di tangan. Pertahankan terus, jika tidak dapat ditambah lagi. Lakukan segala usaha. Buat nego-nego, buat deal-deal tertentu, kurangi timbangan, lakukan riba, lakukan tipu daya, dekati penguasa lalu sogok.
Nah... ketika puasa sudah penuh kita laksanakan, taraweh selesai dikerjakan, al Qur'an selesai dikhatamkan. Maka, inilah momen kita mengalahkan nafsu yang menguasai kita. Akulah tuan, kaulah (nafsu) pecundang.
Jangan bunuh nafsu sebagai pihak yang dikalahkan. Tapi, manfaatkan dan tunggangi dia untuk mencapai derajad lebih tinggi.
Jika, nafsu ingin jadi pejabat, jadilah pejabat dengan menunggangi nafsu itu, lakukan dengan cara sehat, jujur dan gentleman. Genggam kekuasaan bukan untuk memperkaya diri dan golongan. Tapi, agar lebih berdaya guna mensejahterakan manusia semuanya.
Jika nafsu ingin kaya. Silakan kaya, dengan cara-cara jujur dan fair. Lakukan business yang tidak merugikan orang lain. Dengan kekayaan yang dimiliki, bukan untuk memuaskan nafsu angkara murka dan membesarkan perut. Namun, agar dapat lebih banyak lagi berbagi dengan nominal lebih banyak lagi, untuk lebih banyak manusia dan peradaban.