Hari ini, kita merayakan hari kemenangan. Satu syawal 1440 H. Benarkah kita patut menjadikan hari ini sebagai hari kemenangan?. Sebuah pertanyaan yang patut untuk dikaji ulang. Â
Yang jelas, hari ini, kita telah selesai melaksanakan ibadah shaum atau puasa. Sebagai pertanda kita tidak berpuasa. Maka, hari ini, kita makan dan minum di siang hari. Kegiatan halal yang selama bulan puasa, diindikasikan sebagai  perilaku haram jika dilakukan pada siang hari.
Namun, bagaimana dengan perilaku yang lain? Selain kegiatan makan dan minum? Jawaban dari pertanyaan inilah yang kelak, menjelaskan apakah hari ini layak disebut sebagai hari kemenangan atau tidak.
Jika, puasa dianalogikan sebagai kegiatan membersihkan rumah. Maka, selama satu bulan penuh kita membersihkan rumah.
Mulai dari menyapu rumah, mengepel, mencat rumah, menata tata letak perabotan rumah. Sehingga, sesuatunya nampak tertata rapi.Â
Lalu, kegiatan-kegiatan ibadah sunah, dapat  dianalogikan sebagai membersihkan halaman pekarangan rumah dari kotoran dan sampah. Menata tata letak tanaman hias yang kita tanam di pekarangan. Sehingga halaman rumah kita nampak Asri dan hijau.
Maka, Iedul Fitri adalah saat jeda sejenak, rehat atau istirahat sejenak, setelah lelah bekerja sebulan penuh untuk membersihkan dan menata isi rumah, demikian juga yang dilakukan pada pekarangan rumah.
Apakah saat jeda ini, kemudian pantas disebut sebagai sebuah kemenangan? Â Inilah soal yang krusial untuk dijawab.
Logika sederhananya begini, pantaskah ketika rumah sudah bersih dan tertata rapi, demikian juga halaman rumah yang telah hijau dan asri. Kemudian, dikotori kembali? Tentu, tidak pantas dan patut. Jika tidak dapat dikatakan sebagai perilaku bodoh dan konyol.
Begitulah analogi puasa yang kita lakukan selama satu bulan di bulan ramadhan kemarin.
Silahkan, makan dan minum, juga bergembira sejenak sebagai perwujudan dari jeda kerja yang melelahkan selama satu bulan.