Susilo Bambang Yudhoyono menulis buku  Selalu Ada Pilihan, Mengatasi krisis & Menyelamatkan reformasi, Menuju Negara Kebangsaan Indonesia.
Prabowo Subianto menulis buku, Surat Untuk Sahabat, Paradoks Indonesia, Kembalikan Indonesia, Membangun Kembali Indonesia Raya.
Dari buku-buku yang mereka tulis, kita dapat melihat, seberapa tingkat kemampuan sang pemimpin. Bagi sang pemimpin yang telah menulis buku. Buku, bukan hanya sebagai pertanda dari apa yang telah mereka pikirkan dan akan mereka lakukan. Tetapi, juga sebagai acuan atau rambu-rambu, ketika kebijakan yang akan diambil kelak "melenceng" dari apa yang mereka tulis.
Seperti apa yang yang telah dikatakan Buya Hamka;"Saya terkadang membaca buku karya sendiri. Untuk mengingat kembali apa yang telah saya pikirkan dan mengingatkan kembali, bagaimana saya mencapai apa yang saya pikirkan itu".
Lalu, apakah setiap pemimpin yang telah menulis buku pasti akan sukses dalam kepemimpinannya? Belum tentu juga. Karena ada faktor lain yang juga tidak kalah penting. Yakni, karakter.
Untuk menggambarkan soal karakter ini, saya ingat Ahok. Dalam sebuah acara talkshow yang saya hadiri, di panggung duduklah Ridwan Kamil dan Ahok.
Secara rinci Ridwan Kamil bercerita tentang apa yang dia telah lakukan di Bandung dan apa yang akan dilakukan selanjutnya. Penjelasan yang dipaparkan Ridwan Kamil sangat rinci dengan istilah-istilah teknis. Maklum beliau seorang arsitektur dengan segudang karya yang telah buat.
Ahok yang merasa kalah dalam hal penjabaran seperti yang telah dikemukakan Ridwan Kamil, dengan santai menjawab. Untuk Jakarta, seorang Gubernur, tidak harus sepintar Ridwan Kamil. Karena kajian-kajian tentang bagaimana Jakarta dibangun sudah sejibun banyaknya. Dari puluhan bahkan ratusan seminar yang dilakukan para ahli. Maka, untuk mengeksekusi semua hasil seminar itu, hanya dibutuhkan keberanian dan otot.
"Mau apa lu, berantem juga gua jabanin," kelakar Ahok ketika mengakhiri pembicaraannya.
Okelah, Ahok benar. Masalahnya, bagaimana jika sang calon pemimpin itu sudahlah tidak menulis buku, sehingga kemampuan akademisnya diragukan, juga karakter yang dimiliki meragukan. Hanya planga plongo. Pah-poh.
Untuk kasus yang terakhir. Maka, para pemilih lah yang harus pintar. Untuk memilih siapa calon pemimpin mereka kelak.