Gelombang manusia yang melakukan tawaf itu, bagaikan gelombang laut yang kecil saja, hanya bagaikan riak gelombang, tidak lebih. Namun, keteraturan yang terlihat, kekhusu'an mereka, serta arah yang sama yang ditempuh, membuat rasa pada kalbu Idham begitu menyentuh.
Bismillahi, walhamdulillahi wa laillaha ila, hu wa Allahu akbar
Bacaan yang dibaca sebagian mereka yang tawaf, mengingatkan Idham pada pujian-pujian kerabatnya di Indonesia.
Hari ini, diantara mereka yang hanyut dalam gelombang tawaf, turut serta Idham di dalamnya. Peristiwa yang sebenarnya, untuk pribadi Idham bukan murni diniatkan untuk Ibadah mendekatkan dirinya pada sang Khaliq. Melainkan, terbersit didalamnya untuk sesuatu yang lain. Untuk Sarah.
Idham tahu dengan pasti, di saat tawaf ini, dia akan bertemu dengan Sarah. Sebabnya jelas, Idham yang terbang dengan kloter 21 dan sarah dengan Kloter 22, hampir dapat dipastikan, kegiatan ibadah yang mereka lakukan, akan selalu berbarengan. Tak terkecuali saat tawaf seperti ini.
Semua persiapan untuk bertemu sarah sudah matang dipersiapkan oleh Idham. Cincin berlian imut yang selalu berada dalam tas pingganggnya, akan dia persembahkan pada Sarah, juga bagaimana Idham akan berlutut kelak, ketika dia bertemu Sarah, Idham sambil berlutut akan berkata :"Sarah, sudikah Sarah menjadi istriku?"
*****
"Ham..sudah siap semua?" tanya Hamid, tepatnya memperingatkan Idham.
"Oke, siap... ayo berangkat" jawab Idham singkat.
Jam dua malam itu, dua orang sahabat yang dating dari tanah air untuk menunaikan ibadah haji, mereka berdua, meninggalkan kemah, menuju Masjidil Haram. Mengejar sholat subuh berjamaah di Mesjidil Haram, sekaligus tawaf. Untuk Allah hanya ada satu kata. Tuntaskan semuanya hanya untukNya.
Tidak ada Taksi, tidak ada Bus. Semua jamaah berjalan kaki, menyemut. Â Sudah dua hari ini, semua kendaraan dilarang beroperasi. Lautan manusia memenuhi semua sisi ruas jalan. Termasuk Idham dan Hamid didalamnya. Dengan berjalan kaki, dua anak muda itu, bersama menuju Mesjidil Haram.