Akhirnya, Hayati menikah dengan seorang pemuda asli Minangkabau bernama Azis. Mendengar pernikahan itu Zainudin jatuh sakit. Berkat dorongan semangat dari Muluk sahabatnya yang paling setia, kondisi kesehatan Zainudin berangsur-angsur membaik. Kedua sahabat ini akhirnya, memutuskan untuk meninggalkan Sumatera menuju Pulau Jawa. Di Jawa, Zainudin menjadi penulis terkenal dengan nama pena “Z”.
Dalam perkembangan selanjutnya, Zainudin hijrah ke Surabaya. Di Surabaya, Zainudin mendirikan sandiwara Tonil dengan nama “Andalas”. Tonil Andalas sangat terkenal untuk daerah Surabaya dan sekitarnya. Dalam sebuah pertunjukkan sukses, Hayati dan Azis hadir sebagai penonton. Ketika usai pertunjukkan. Sadarlah Hayati dan Azis, bahwa Sutradara terkenal dari Tonil Andalas itu, adalah Zainudin.
Kehidupan memang berputar. Di puncak kesuksesan Zainudin, karier Aziz sedang menurun, hal itu disebabkan perilaku Aziz yang kurang terpuji. Suka berjudi, minum-minum dan main perempuan. Singkat ceritanya, di ujung kebangkrutan Aziz, akhirnya mereka berdua –Azis dan Hayati- harus menumpang hidup di rumah Zainudin. Dalam usaha mencari sesuap nasi, Azis mencoba penghidupan ke Banyuwangi, sementara Hayati dititipkan di rumah Zainudin. Di Banyuwangi, Aziz menceraikan Hayati, lalu dalam sebuah berita Koran, diketahui bahwa Aziz telah mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri di sebuah hotel di Banyuwangi.
Dalam kondisi sulit itu, Hayati sempat mengutarakan keinginannya untuk mengabdikan dirinya pada Zainudin. Namun, Zainudin menolaknya. Meski rasa cinta Zainudin pada Hayati sebenarnya masih membara, akan tetapi, mengingat Hayati bukanlah Hayati, yang dikenalnya di Batipuh dulu, melainkan Hayati janda dari almarhum Aziz. Cinta yang masih menyala itu berusaha untuk dipadamkan. Diambilah kesimpulan, bahwa Hayati akan dibiayai Zainudin, untuk pulang ke Batipuh.
Namun, nasib malang menimpa Hayati, dalam perjalanan pulang ke Batipuh, kapal Van Der Wijck yang ditumpanginya, di daerah Brondong Lamongan, kapal Van Der Wijck tenggelam. Hayati dapat diselamatkan dan dirawat di Rumah Sakit. Di saat-saat akhir hayatnya, Hayati masih sempat mendengar dan melihat bahwa sebenarnya Zainudin masih sangat mencintainya. Namun, semua itu sudah terlambat.
Sepeninggal hayati, kesehatan Zainudin menurun, penyesalan karena menyuruh hayati pulang terus membayangi dirinya. Sementara cinta pada Hayati sesungguhnya tidak pernah luntur dari dirinya. Tidak berselang lama, Zainudin menyusul Hayati ke alam baka. Akhirnya, jenazah Zainudin dimakamkan persis di samping makan kekasihnya, Hayati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H