Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ruteng Pu’u Manggarai di Flores, Satu Nenek dengan Saya

26 September 2016   16:16 Diperbarui: 26 September 2016   21:54 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala Suku Ruteng Pu’u, Lambertus Dapur di depan Rumah Tambor. Perhatikan Kepala Kerbau pada ujung atap rumah (dok.Pribadi)

Di Ruteng Pu’u ini, pernikahan dilakukan antar sesama warga Ruteng Pu’u dan garis keturunan masih didasarkan pada wanita. Demikian juga, pengantin lelaki yang datang ke rumah wanita, bukan wanita yang mengikut ke rumah pengantin lelaki. Demikian penjelasan Lambertus Dapur. Penjelasan yang semakin meyakinkan saya bahwa nenek moyang mereka berasal dari Minangkabau.

Coba lihat pada ujung bangunan rumah kami. Di atas itu, masih terdapat tanduk kerbau, khas bangunan Minangkabau. Jelas Bapak Lambertus Dapur ketika saya dan beliau berjalan di luar rumah.

Batun Ndotuk, pada jalan like, dimaksudkan untuk mengikatkan Kuda atau Kerbau. (dok.Pribadi)
Batun Ndotuk, pada jalan like, dimaksudkan untuk mengikatkan Kuda atau Kerbau. (dok.Pribadi)
Pada Kampung Ruteng Pu’u, rumah tradisional yang dihuni oleh Lambertus Dapur dinamakan Rumah Tambor. Sedangkan rumah yang berdiri sebelah rumah beliau bernama Rumah Gendang. Di Rumah Gendang, semua masalah kemasyarakatan dimusyawarahkan. Acara-acara yang menyangkut masyarakat juga dilakukan di Rumah Gendang.

Sore itu, di Rumah Gendang sedang dilakukan latihan paduan suara sebagai persiapan menyambut acara adat yang akan dilakukan Kampung Ruteng Pu’u. Sore itu juga, datang rombongan Pastur dan Suster dari Kota Ruteng untuk melihat sampai mana persiapan paduan suara. Pastor yang datang sore itu juga membenarkan apa yang dikatakan Bapak Lambertus Dapur. Hanya saja, Pastor Herman menyayangkan kurangnya data tahun kejadian yang diceritakan Bapak Lambertus.

Kampung Ruteng Pu’u berbentuk lingkaran oval. Ada halaman lebar yang berada di tengahnya. Di depan rumah itu, ada jalan yang terbuat dari susunan batuan yang disebut dengan Like. Jika kita masuk melewati tengah halaman, kita harus naik ke jalan Like, baru masuk ke rumah. Pada tepian jalan Like, ada batuan yang menonjol lebih tinggi dari jalan like yang berbentuk kapak dan berada pada setiap rumah. Batuan tinggi berbentuk kapak ini disebut Ndotuk, dimaksudkan untuk mengikatkan kuda atau kerbau.

Lambertus Dapur, isteri Lambertus Dapur, Dua suster dari Katedral Ruteng, Putri Lambertus Dapur dan Pastor Herman, di depan Rumah Tambur. (dok.Pribadi)
Lambertus Dapur, isteri Lambertus Dapur, Dua suster dari Katedral Ruteng, Putri Lambertus Dapur dan Pastor Herman, di depan Rumah Tambur. (dok.Pribadi)
Pada halaman tengah, ada tumpukan batuan yang disebut compang. Compang yang berbentuk oval ini dipercaya sebagai tempat dikuburnya pada leluhur dan tetua adat yang sudah meninggal. Untuk setiap kali penguburan, dilakukan upacara adat. Caranya, pihak keluarga harus memotong dua ekor kerbau. Satu kerbau dikorbankan saat penggalian lahat, satu kerbau lagi dipotong pada saat upacara kenduri.

Di muka rumah Tambor, di ujung Compang ada Pohon Haju Kalo (pohon Dadap) yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya para arwah leluhur dan sebagai cikal bakal tanah tumpah darah suku Ruteng Pu’u. Tak terasa, waktu Maghrib telah tiba, gelap mulai menyelimuti kampung Ruteng Pu’u, tak ingin mengganggu kenyamanan kediaman Bapak Lambertus Dapur. Saya pun pamitan untuk menuju Kota Ruteng.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun