Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mentertawai Diri Sendiri

2 Januari 2014   22:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:13 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Umumnya, tertawa ekspresi gembira, meskipun menangis juga bisa disebabkan karena kegembiraan yang berlebihan, tetapi yang jelas, gak ada ekspresi sedih dengan tertawa.

Banyak ekspresi tertawa, ada yang terbahak-bahak, ada tertawa terkekeh-kekeh, ada yang tertawa lepas, tertawa tanpa expresi, ada pula yang sampai sakit perut karena begitu ekspresifnya, ada yang dengan membuka mulut sekedarnya, ada pula yang hanya dengan tersenyum saja.

Zaman booming warkop DKI, yang sebelumnya bernama Prambors, ada anekdot yang sangat popular, tertawalah…. Sebelum tertawa itu dilarang. Bisa kita bayangkan jika tertawa dilarang, begitu seremnya dunia ini, dimana-mana kita ketemu manusia dengan wajah “manyun” lalu betapa sibuk para petugas untuk untuk mencari dan penangkap pesakitan yang terindikasi melanggar hukum karna pelanggaran “tertawa”. Antara petugas dan mereka yang diawasi, sama-sama manyun…. hehehe

Tertawa yang selama ini kurang kita perhatikan, ternyata bukan hal biasa, tetapi luar biasa. Betapa banyaknya industry tertawa, yang membuat pelakunya menjadi selebrity dan mampu mengisi pundi-pundinya dengan bilangan rupiah yang tidak sedikti. Sebut saja Sri Mulat, siapa yang gak kenal dengan group ini, lalu ada Jayakarta Group, ada Warkop DKI dan masih sejibun Group lawak yang lain. Belum nama-nama personilnya yang sudah tak asing lagi, ada Bagyo, Ateng, Edi Sud, Sol Soleh, Dono, Kasino dan Indro, serta Pelawak dengan aneka talenta seperti Bing Slamet dan Kris Biantoro.

Zaman berubah, kondisi industry tawa inipun mengalami transformasi. Kalau sebelum reformasi para pelawak ini hanya bergelut pada dunia seni, setelah reformasi, namanya mereka bukan lagi pelawak, tetapi pesohor tawa, dunia yang dimasukipun sudah menjalar kedunia politik. Ada yang jadi anggota DPR, ada yang jadi wakil Bupati dan banyak lagi yang lain.

Tertawa, juga ternyata memiliki nilai manfaat yang tidak kecil, tertawa mampu meningkatkan sel pembentuk system kekebalan tubuh, itu sebabnya kenapa orang yag suka tertawa,umumnya sehat dan sukar terjangkiti penyakit. Tertawa juga menyehatkan jantung, memusnahkan rasa marah, benci, sakit hati dan energy-energi negative lain. Tertawa juga dapat membakar kalori, sehingga tertawa 15 menit akan membakar 50 kalori dalam tubuh dan yang sangat penting, tertawa dapat menular pada lingkungan sekitar, sehingga ketika kita tertawa orang sekitar dapat ikut tertawa atau minimal menerima rasa bahagia yang ditularkan dari rasa bahagia karena tertawa.

Lalu apa hubungan tertawa itu dengan kita? Ternyata tertawa, merupakan indikasi tingkat kemampuan intelektual kita. Kalau tidak percaya, Tanya pada mereka yang berprofesi sebagai pelawak, betapa sulitnya membuat orang tertawa. Atau coba lakukan sendiri.

Puncak dari kecerdasan dan proteksi diri yang paling oke, adalah ketika kita mampu mentertawakan diri sendiri. Tertawakanlah diri sendiri, buat diri jadi bahan, yang bisa kita jadikan olok-olok untuk diri sendiri.

Kegagalan mentertawakan diri sendiri, akibatnya fatal. Fungsi diri itu akan diambil alih oleh orang lain. Jadilah mereka mentertawakan diri kita, mengolok-olok diri kita. Akibatnya, sungguh absurd, miris dan memalukan.

Jadilah manusia yang cerdas, yang mampu mentertawakan diri sendiri. Sebelum ditertawakan orang lain atau lingkungan, apalagi oleh seluruh rakyat Indonesia.

Jaya Indonesiaku, Aman Sentosalah Negriku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun