Warung Tegal (Warteg) adalah salah satu jenis usaha yang menyediakan makanan dan minuman dengan harga terjangkau. Hidangan-hidangan di warteg pada umumnya bersifat sederhana dan tidak memerlukan peralatan dapur yang sangat lengkap.
Fenomena kenaikan harga Sembilan Bahan Pokok atau Sembako makin membuat para pengusaha Warung Tegal (Warteg)sebagian dari mereka terpaksa gulung tikar. Di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok seperti daging hingga cabai membuat  keuntungan pengusaha warteg makin tidak terlihat. Apalagii, biasanya pengusaha - pengusaha warteg harus membayar biaya operasional lainnya yang tergolong sangat besar, yakni biaya sewa tempat. Harga biaya sewa tempat tersebut bermacam- macam,  mulai dari Rp 50.000.000, Rp 70.000.000, hingga Rp 100.000.000 per tahun. Besaran nilai tersebut tergantung dari lokasinya, semakin strategis maka semakin mahal.
Dengan kondisi ini , pengusaha warteg harus berpikir keras untuk tetap bertahan,termasuk mengurangi porsi hingga menaikkan harga jual. Situasi ini membuat takut, warteg yang dikenal makanan murah. Dengan kondisi sekarang, membuat makanan di tempat ini menjadi mahal. Sehingga membuat para pedagang kaki lima, ojek, dan beberapa profesi yang sering makan di warteg akan merasakan dampaknya.
Dampak lain yang terjadi pada warteg merupakan efek domino dari kenaikan harga gas. Apalagi ada kenaikan harga pada bahan bakar minyak (BBM) non subsidi. sehingga PT Pertamina (Persero) kembali melakukan penyesuaian harga  LPG bright gas mulai ukuran 3 kilogram (kg), 5,5 kg dan juga 12 kg,ini berlaku yang non subsidi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H