Mohon tunggu...
Ismail Wekke
Ismail Wekke Mohon Tunggu... Dosen - Warga Kota Sorong, Papua Barat

Membaca dengan bertualang untuk belajar mencintai Indonesia...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Qurban: Menyembelih Sifat Kebinatangan

26 Oktober 2012   07:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:22 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ketika merayakan Idul Adha, maka salah satu syariat yang lahir adalah menyembelih hewan. Tradisi Islam mengajarkan menyembelih sapi atau kambing. Namun bagi yang tidak mampu dapat saja menyembelih ayam, bebek atau binatang lainnya yang halal dimakan. Kemudian dagingnya dibagikan kepada fakir miskin. Mereka mungkin saja dalam setahun tidak makan daging, sehingga momentum hari tasyrik (tiga hari setelah idul adha) adalah wahana untuk berbagi, instropeksi diri dan sekaligus menjadi silaturahmi antara sesama muslim.

Karena syariat tidak berhenti pada urusan lahir semata-mata, maka makna ibadah qurban antaralain untuk berbagai dengan sesama atas apa yang telah kita dapatkan setahun terakhir. Kesyukuran ini bukan saja dalam bentuk daging, darah dan bulu hewan sembelihan tetapi lebih penting bagaimana keihklasan itu bisa sampai ke hadapan-Nya. Allah akan menilai siapa yang memberikan hewan qurban dengan keikhlasan penuh. Sebagaimana sejarah dua anak Nabi Adam AS yang diminta untuk berqurban. Satu anak memilih yang terbaik, sebaliknya satu memilih seadanya saja, bahkan disertai dengan ketidakikhlasan. Ini kemudian dicatat dengan al-Quran bahwa sesungguhnya pengorbanan terbaik adalah keikhlasan itu sendiri.

Jika dilihat dari maknanya, maka qurban mestinya mendekatkan diri kepada Allah. Bukan sarana untuk pamer, terlebih lagi menunjukkan kesombongan. Dengan demikian, idul adha ini sebaiknya kita gunakan bersama-sama untuk dijadikan menuju bangsa yang lebih baik. Ketika menyembelih hewan, maka itu juga berarti menyembelih sifat-sifat kebinatangan. Tidak ada lagi saling memangsa tapi justru saling mendukung. Selanjutnya ketika ada yang jatuh, maka ditolong dan diingatkan. Bukan didera dengan cacian dan makian. Kalau ini kita bisa lakukan, maka bangsa kita akan lebih baik di masa yang akan datang. Semoga...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun