Mohon tunggu...
Ismail Wekke
Ismail Wekke Mohon Tunggu... Dosen - Warga Kota Sorong, Papua Barat

Membaca dengan bertualang untuk belajar mencintai Indonesia...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Malaysia Boleh - Indonesia (Memang) Bisa

8 Januari 2014   17:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah Indonesia Bisa yang diresmikan SBY di periode pertama kepemimpinan bersama JK dilaksanakan meriah di GBK. Mungkin terinspirasi dari istilah Mahathir “Malaysia Boleh”. Namun setelah diresmikan, istilah itu hanya tetap menjadi istilah saja. Tidak ada yang berbeda atau mungkin terlupakan, sampai Jk meninggalkan istana wapres digantikan Boediono.

Duduk di Statisiun Gambir, melihat langsung Istana Negara di kejauhan sana, sepertinya membayang SBY yang lagi memikirkan sepuluh bulan terakhir tahtanya di bangunan megah itu. Ibu Ani mungkin lagi sementara membenahi kameranya yang selalu ditenteng bahkan adalam acara resmi sekalipun. Itu juga yang membuat saya mengurungkan niat untuk menjempret acara, saat Lokakarya Model Pengabdian Masyarakat dan KKN Internasional di UIN Alauddin, Makassar. Karena hadir sebagai nara sumber, maka sungkan untuk menenteng kamera sebagaimana ketika Ibu Ani menenteng kamera ketika mendampingi SBY.

Bagi saya, karena mengecam Ibu Ani, maka tidaklah juga patut saya lakukan. Kalaupun untuk kepentingan dokumentasi, maka cukuplah ada panitia yang menyiapkannya. Tidak perlu saya lakukan. Kadang kala pula, kalau ada yang mengabadikan acara resmi menggunakan tab atau telepon, “lucu” melihatnya. Bagaimanapun juga kamera tetaplah kamera. Bukan tab atau telepon yang menggantikannya. Biarlah seksi dokumentasi yang menjalankannya. Kalau acara non formal, silahkan setiap orang yang mengabadikannya.

Berjalan turun dari bis Damri ke pelataran Gambir, area yang dulunya dipenuhi warung sekarang sudah diaspal dengan mulus. Ditata dengan rapi. Lalu saya bersemangat berjalan sambil menolak dengan halus beberapa tukang ojek. Mereka menawarkan jasanya. Hanya saja saya perlu untuk mengisi perut. Ini mungkin yang disebut Indonesia Bisa. Menata kawasan Gambir dengan lebih baik, tersedia mushollah, lantai yang kering dan bersih, calo-calo tidak menjadi penguasa di sini.

Teringat Malaysia, saat bermukim di Bangi, perbaikan berkelanjutan menjadi kunci pembangunan. Mulai dari penataan taman, jalanan, ada juga penggusuran, tetapi berlangsung tanpa huru-hara. Kata kunci berikutnya, kenyamanan bersama. Semua penataan itu ditujukan untuk membuat nyaman warga, bukan untuk orang lain. Sehingga kalau ada wisatawan atau warga asing yang turut meinkmatinya dalam bentuk pariwisata, itu hanya soal bonus. Tetapi ssungguhnya, rakyat sendiri yang diutamakan terlebih dahulu. Kelebihan Malaysia dalam semboyan “Malaysia Boleh” ini semata-mata integrasi dan koordinasi.

Coba lihat penataan kota di Indonesia. Trotoar sudah dibangun dengan baik oleh dinas Pekerjaan Umum. Baru saja dimanfaatkan, datanglah pihak Telkom menggali untuk memperbaiki kabel bawah tanah. Setelah itu ditumbun dan tidak sebagus pertama kali. Setelahnya datang lagi Perusahaan Air Minum, digali dan diperbaiki lagi urusannya sendiri. Setelah itu ditimbun dan dibiarkan terbengkalai, tidak lagi dipaving seperti sedia kala. Kalau gambarannya seperti ini, maka kerusakan bukan datang dari rakyat. Semata-mata karena negara tidak diatur dengan baik. Kalau perbaikan trotoar mau bagus, dipersilahkan Telkom dan Perusahaan Air Minum itu untuk menggali, nanti Pekerjaan Umum yang menimbun dan memperbaikinya.

Malaysia sudah terbiasa bekerjasama dan sama-sama bekerja. Sementara kita hanya membentuk panitia, lalu segelintir orang dalam panitia itu yang bekerja untuk kebersamaan. Dalam beberapa kali kesempatan, saat memohon untuk menggunakan ruangan fakultas atau universitas untuk rapat, maka saat persetujuan oleh pejabat yang bewenang selesai didapatkan, maka ini berarti jumlah orang yang hadir sesuai yang diisi dalam formulir akan disediakan makan. Termasuk kalau perlu bis untuk jemputan yang akan mengantar juga setelah selesai rapat. Sebuah prosedur yang memang standar tetapi juga dilayani dengan standar. Usai menggunakan ruangan, cukup setiap orang membersihkan mejanya masinh-masing lalu mengembalikan kursi ke tempatnya ketika diambil.

Rupanya, Mahathir berhasil menciptakan slogan yang memang sudah tertanam dalam pikiran setiap orang. Sehingga ketika beliau tidak lagi ditampuk kekuasaan, apa yang baik tetap saja menjadi praktik. Wajar saja jika perguruan tinggi Malaysia sudah bis abersaing di kancah dunia. Mereka menempati rangking global, menjadi World Class University.

Tidak dibandingkan dengan pasangan SBY-JK, ini hanyalah masa lalu saja. Namun melihat perbaikan di Gambir, sepertinya Indonesia (memang) bisa. Ketika berkunjung terakhir kali ke sini kesemrawutan terlihat dimana-mana, namun sekarang sudah lebih baik. Kenyamanan sudah mulai terpelihara. Sementara taksi dan tukang ojek berdiri di tempat yang sudah ditentukan. Penumpang tidak lagi seperti barang yang diperbutkan.

Sebuah kabar baik juga, kalau menggunakan data yang ada di DOAJ (Directory Opean Access Journal), maka jurnal Indonesia yang terdaftar dan mampu memenuhi kriteria DOAJ sudah melampaui jumlah jurnal. Ini menunjukkan bahwa jika kita bersama-sama bekerja dan bekerja dengan ritme yang sama. Potensi jumlah penduduk, sumber daya alam, serta semua anugerah Tuhan yang diberikan kepada bangsa Indonesia tidak akan pernah menjadi sumber kekuatan dan kesejahteraan jikalau tidak digunakan dengan satu komando. Maka, 2014 menjadi momuntum untuk memilih wakil rakyat dan pemimpin yang mampu melejitkan semua potensi yang ada untuk kesejahteraan bersama. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun