Pagi Jumat (28/6) di Hong Kong, ketika bersiap-siap untuk shalat Jumat, beberapa jamaah warga Indonesia di Masjid Kowloon mendiskusikan bagaimana tindakan Munarwan, Ketua DPP Front Pembela Islam (FPI) menyiram Tamrin Amal Tamagola, sosiolog Universitas Indonesia. Pembicaraan yang awalnya dimulai tentang komunitas Islam di Hong Kong menjadi pertengkaran Munarwan dan Tamrin.
Apapun alasan Munarwan, ini tidak benar. Ketika ada dialog, maka yang dipertengkarkan adalah persoalan pada ide. Tetapi tidak satu tindakanpun yang boleh dilakukan sebagai pembenaran ide tersebut. Sehingga penghakiman berupa tindakan mengasari orang lain karena berbeda pendapat tidaklah mendapatkan tempat apapun. Sementara itu, Tamrin Amal Tamagola juga tidak sepenuhnya benar.
Ketika berdialog dengan lawan seperti FPI hendaknya juga perlu melihat suasana dialog. Untuk saling berdialog tetapi bukan dengan mencari pemenang. Hanya dengan dialoglah FPI bisa kemudian diajak untuk bersama-sama membangun bangsa ini dengan kedamaian. Bukan justru dengan balik memusuhi FPI sehingga kemudian akan semakin menjadi-jadi, untuk mencari perhatian sekaligus pembenaran atas apa yang dituduhkan.
Tamrin wajar disiram kalau memang beliau itu bunga. Tetapi menjaga harkat dan martabat manusia, sepatutnya tidak pada tempatnya Tamrin untuk disiram. Atas kesalahan apapun juga yang dibuatnya, kalaupun menurut Munarwan, Tamrin itu salah.
Faktor lainnya yang perlu diperhatikan adalah media. Tentu sangat dipahami bagaimana media akan hidup dengan pendapatan dari iklan. Hanya saja jangan juga kemudian membuat potensi agar pertikaian yang terjadi. Tontonan yang disediakan TV One, hendaknya diatasi sejak awal. Saat mengidentifikasi nara sumber yang ada kemudian tidak memberikan ruang pertikaian. Sehingga satu-satunya pihak yang harus disalahkan di sini adalah TV One. Akibat dari ketidakcermatan mengelola acara TV kemudian wujud dalam bentuk tindakan seperti ini.
Catatan berikutnya untuk TV One, jangan sampai mengulang-ulang berita ini. Sehingga akan muncul stigma bahwa ini merupakan suatu kebenaran. Padahal awal semuanya justru muncul dari kelalaian pihak TV One sendiri. Perlu jugalah para wartawan dan pengelola media berkaca dan menyadari bahwa mereka juga potensi untuk mengusung sebuah kesalahan. Ketika ada persoalan rating, ada saja pihak yang mau dan mampu melakukan agenda setting sehingga rating TV One naik dengan adanya kejadian ini.
Begitu juga halnya dengan produser acara televisi. Bagaimana kemudian menghadirkan nara sumber yang memang punya kemampuan memberikan pernyataan dengan analisis yang tidak berkepentingan. Selanjutnya, pembawa acara harus mampu mengarahkan agar dari nara sumber keluar potensi terbaik di dalam memberikan komentar-komentar. Tidak hanya Munarwan dan Tamrin. Masih banyak pihak lain yang berkompeten untuk dimintai pendapat berkenaan dengan masalah ini.
Butir selanjutnya, ketika Ramadhan tiba. Lalu apakah perlu hiburan malam ditutup?. Tentu tidak perlu. Kalau saja ada tempat hiburan yang tidak berada dalam lingkungan masyarakat, jauh dari keramaian, dan juga tidak memberikan dampak apa-apa terhadap masyarakat lingkungan sekitarnya tetap saja bisa jalan. Apalagi kalau masyarakat sekitar tempat hiburan itu tidak merayakan Ramadhan. Maka, tidak perlulah tempat hiburan malam yang ada itu ditutup selama Ramadhan. Toh, mereka tidak merayakan Ramadhan, sehingga tidak perlu dengan arti kesyahduan menjalankan ibadah selama Ramadhan berlangsung.
Tidak ada hubungan sama sekali antara penutupan tempat hiburan malam dengan Ramadhan. Maka, mestinya ini bukan menjadi arus utama pembahasan media. Masih banyak hal lain yang bisa diangkat sebagai diskusi di media seperti, setelah kabut asap 2013 ini, apa tindakan selanjutnya? Ataukah bagaimana politisi yang mempunyai bisnis seperti Lapindo? Tetapi itu semua tidak akan muncul di TV One, karena sudah menjadi pemahaman umum siapa pemegang sahamnya.
Terakhir, media selalu saja berhasil menggiring hal-hal kecil menjadi besar. Maka, masyarakat harus kemudian selektif dan menjadi pemirsa dengan kapasitas tertentu. Sehingga kemudian tidak saja menerima apa yang disampaikan media tetapi pada saat yang sama mempunyai pendapat sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H