[caption id="attachment_355538" align="aligncenter" width="512" caption="sore di Waigeo"][/caption]
Kota Sorong merupakan pintu ke Raja Ampat. Baik dengan penerbangan maupun menggunakan kapal yang dioperasikan perusahaan Pelni. Bandar udara Deo dan Pelabuhan Yos Sudarso keduanya merupakan fasilitas berskala nasional yang menjadi pangkalan awal sebelum menuju ke tujuan selanjutnya. Jadwal pesawat mencapai tujuh kali penerbangan dengan kota tujuan seperti Makassar, Manokwari, Timika, Manado, dan Ambon. Sementara kapal menghubungkan Sorong dengan daerah seperti Manokwari, Fak-fak, Dobo, Kaimana, dan Nabire.
[caption id="attachment_355546" align="aligncenter" width="512" caption="sudut Teluk Kabui"]
Dengan kondisi seperti ini, menuju ke Raja Ampat dapat ditempuh dari segala penjuru Papua dan juga dari arah barat. Beragam pilihan sarana transportasi dapat digunakan. Termasuk harga yang relatif murah dan terjangkau. Dari layanan ekonomi sampai pada fasilitas ekslusif dan eksekutif.
Menggunakan ferry dari pelabuhan Kota Sorong menuju Waisai, ibukota Kabupaten Raja Ampat tidak lebih dari dua jam. Jikalau angin dan ombak tidak bersamaan, perjalanan bisa saja ditempuh dalam satu jam tiga puluh menit. Jadwal ferry secara reguler yang sudah terjadwal disertai dengan ketepatan waktu keberangkatan menjadi pilihan bagi penduduk dan wisatawan yang akan berkunjung ke Raja Ampat lebih memilih menggunakan pilihan transportasi ini.
[caption id="attachment_355544" align="aligncenter" width="512" caption="sudut pelabuhan"]
Berangkat setiap hari pukul 14.00 dari Sorong ke Waisai. Begitu pula sebaliknya. Sementara hari-hari tertentu, seperti Jumat dan Senin, ada juga kapal yang beroperasi pada pukul 09.00. Ferry yang dipergunakan sama dengan standar ferry yang beoperasi antara Batam dengan Singapura. Kenyamanan dan keselamatan menjadi dua hal utama yang diperhatikan oleh para perusahaan operator ferry.
[caption id="attachment_355540" align="aligncenter" width="512" caption="kemegahan MTQ tingkat Papua Barat"]
Sepanjang tahun ini sejak Januari, Raja Ampat sudah berbenah diri. Dimulai dari perhelatan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Tingkat Provinsi Papua Barat. Saat itu acara tingkat provinsi ini dibuka langsung oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, didampingi Wakil Menteri Agama, Prof. DR. H. Nasaruddin Umar, M.A., sekaligus juga menjadi khatib pelaksanaan shalat Jumat.
Ketika memasuki bulan Agustus ini, perhelatan akbar dilaksanakan, Sail Raja Ampat. Puluhan ribu tamu baik wisatawan domestik maupun mancanegara tumpah ruah di Waisai dan pulau-pulau lainnya. Dengan adanya pelaksanaan sail yang tahun ini diselenggarakan di Raja Ampat mudah-mudahan dapat menjadi promosi tersendiri bagi keindahan alam Raja Ampat beserta seluruh atribut yang menyertainya.
Sasi: Adaptasi dan Kemajuan dengan Kearifan Lokal
[caption id="attachment_355547" align="aligncenter" width="512" caption="sejenak di tepi pantai"]
Nelayan mulai menggunakan bom ikan, akibatnya karang-karang hancur dan berantakan. Ikan semakin berkurang dari waktu ke waktu. Dalam kondisi seperti ini muncullah inisiatif untuk menguatkan kembali tatanan adat yang sudah mulai rapuh. Sasi, kearifan lokal untuk berpantang mengambil ikan di kawasan tertentu sampai diumumkan waktu yang tepat oleh pemuka adat. Bahkan kesepakatan adat seperti ini kemudian diformalkan dalam bentuk Peraturan Daerah (perda). Seiring dengan pembentukan daerah otonomi baru, Raja Ampat yang sebelumnya hanya distrik yang merupakan sebutan kecamatan dari Kabupaten Sorong.
[caption id="attachment_355548" align="aligncenter" width="512" caption="berteduh"]
Didukung oleh perda dan juga dengan pelatihan berkesinambungan bagi semua pihak. Anak sekolah, remaja, perempuan, tokoh masyarakat, dan semua komponen masyarakat dilibatkan dan dikutsertakan dalam sosialisasi yang berjenjang. Ini untuk memberikan pengetahuan dan juga keterampilan yang dibutuhkan dalam menjaga lingkungan. Termasuk menjaga sumber-sumber makanan ikan.
Semua rencana bukannya berjalan dengan lancar dan mulus. Tetap saja ada tantangan dari pihak-pihak tertentu terutama nelayan yang merasa sumber pendapatan mereka terancam. Mereka kemudian tidak memperdulikan apa yang menjadi kegusaran masyarakat dan pemerintah. Dengan pendekatan persuasif dan juga bantuan pihak keamanan nelayan yang tidak bisa diatur itu berkurang sedikit demi sedikit. Bahkan diantara mereka ada yang memerlukan perawatan di rumah sakit setelah tertembak dengan timah panas aparat kepolisian karena tidak mendengarkan peringatan awal. Sedikit demi sedikit, mereka berbalik arah dan mendukung apa yang menjadi keinginan masyarakat untuk turut menjaga lingkungan.
Dengan sasi ini, masyarakat hanya boleh menangkap ikan dengan peralatan yang sederhana. Tidak boleh menggunakan bahan yang merusak. Demikian pula ada waktu-waktu tertentu yang akan diumumkan berdasarkan kesepakatan adat masing-masing. Sehingga dengan perlakukan seperti ini, akan membendung kerusakan dan pengaruh negatif dari dampak yang ditimbulkan dari ketidaklestarian alam.