Mohon tunggu...
Ismail Wekke
Ismail Wekke Mohon Tunggu... Dosen - Warga Kota Sorong, Papua Barat

Membaca dengan bertualang untuk belajar mencintai Indonesia...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hari Tanpa Karya

11 September 2014   06:41 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:02 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba di kantor beberapa menit sebelum pukul 08.00. Kesempatan ini digunakan untuk mengaso di depan televisi. Hanya saja karena tayangan tentang banjir dan juga calon presiden silih berganti, sehingga televisi saya abaikan saja. Mulai terasa eneg untuk menonton, apalagi kalau melihat Metro TV dan TV One. Sepertinya minat menonton langsung lenyap tak tersisa.

Berlalu segera ke depan pintu ruangan, sambil sesekali menyapa kawan-kawan yang juga sudah mulai datang. Beberapa hari ini tidak dapat mengerjakan apa-apa. Nihil, tanpa karya sama sekali. Larut dalam kesibukan administratif.

Sepertinya kesibukan administrasi kadang memerlukan waktu tambahan, sebuah jalan birokrasi yang panjang. Begitulah wajah birokrasi, paraf kiri, paraf kanan, lalu bubuhkan tanda tangan. Hanya saja karena tidak mengecek dengan baik, hanya memperhatikan paraf, lalu ditandatangani. Setelah diperiksa lagi ada kesalahan ketik dan kesilapan penulisan. Akhirnya diubah lagi.

Sebuah ijazah yang sudah ditandatangani, hanya saja ijazah itu sebelumnya ada kesilapan pengetikan kemudian dihapus. Ini baru terlihat setelah seorang alumni mendaftar untuk pegawai negeri sipil. Akibatnya ijazah yang dimilikinya, ditolak. Padahal ijazah sejatinya adalah dokumen penting, bagi kita orang Indonesia. Kdang hidup dipertaruhkan untuk selembar ijazah itu.

Informasi yang berkembang ternyata bias, penolakan bukan karena sebab ijazah. Tetapi ketiadaan formasi untuk itu. Tetapi faktanya memang ijazah itu sudah mendapatkan tip-ex. Sehingga perlu diganti, ada atau tidak ada soal penerimaan pegawai ini. Dari fragmen singkat ini, begitulah adanya sebuah birokrasi. Perlu tertib administrasi, lama, dan berbelit-belit. Walau hasilnya salah jua.

Di lain kesempatan, ada sebuah acara yang akan dilaksanakan. Hanya saja, pimpinan tidak berada di tempat. Sebelum meninggalkan tempat, pimpinan tidak memberikan mandat apa-apa kepada bawahan. Sehingga tidak ada bawahan yang berani untuk berinisiatif dalam menentukan keputusan. Akhirnya, pegawai itupun gagal mengikuti pelatihan bahasa asing di luar kota. Kesempatan terlewatkan hanya gara-gara tidak ada pendelegasian tugas kepada bawahan ketika bos tidak berada di tempat.

Sepanjang dua pekan ini hanya bergelut dengan aturan dan juga penentuan adminsitrasi. Ini sejatinya sudah biasa dan menjadi kebutuhan setiap awal semester. Tetapi mereka, lagi-lagi nanti bekerja kalau saatnya tiba. Tidak ada persiapan sama sekali.

Perguruan tinggi Indonesia paling kurang sekitar 3.000. dengan jumlah ini, maka potensi akademik untuk menghasilkan karya juga mencapai ribuan dalam setiap bulan. Tetapi faktanya, karya-karya dosen hanya tersimpan rapi di perpustakaan atau di rak kantor. Tidak terpublikasi dengan standar yang memadai. Padahal, hanya dengan sepuluh persen dari jumlah penduduk Indonesia, dibandingkan jumlah penduduk Malaysia. Namun, melihat indeks Scopus yang dikelola Elsevier karya mereka kalaupun semua karya perguruan tinggi Indonesia dikumpulkan belum mencapai satu perguruan tinggi riset di Malaysia.

Renald Kasali menduga karena pimpinan perguruan tinggi kita lebih sibuk menjadi administratur. Bukan menjadi pimpinan perguruan tinggi. Akan lebih baik jikalau pimpinan perguruan tinggi bergerak melakukan pengembangan, inovasi, dan terobosan. Sepertinya para rektor ataupun ketua, dan direktur semuanya hanya bergerak dalam wilayah yang sempit. Semata-mata dalam lingkungan pendidikan tinggi mereka sendiri. Tidak berusaha untuk melakukan pengembangan. Padahal ini ada dalam tata kelola pendidikan tinggi. Diantaranya pengabdian masyarakat sebagai bagian dari tri dharma perguruan tinggi.

Hari ini segera berlalu, sayapun belum menuntaskan apa-apa selain berleye-leye, mondar-mandir, dan mengurusi hal-hal yang tidak akan berbekas apa-apa. Padahal, menyempatkan diri untuk berkarya merupakan bagian dari tanggungjawab dan disitulah pekerjaan saya sesungguhnya. Hanya saja, kadang kemalasan menjadi biang dari seluruh aktivitas yang sia-sia. Maka, akhirnya senja menyambut dengan hari yang tidak berbekas sama sekali.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun