“Enak ya jalan terus!” begitu celetukan kawan ketika ketemu di bandara. Mungkin penglihatan orang enak. Tapi di kala lagi senang-senangnya bermain dengan Putri sudah harus berangkat ke bandar. Jadinya, waktu bermain harus berakhir. Sehingga, perjalanan tidaklah selalu menyenangkan secara kasat mata. Tetapi sebagai bagian dari dinamika kehidupan. beberapa hal harus diselesaikan dengan melalui perjalanan.
Perjalanan selalu dibutuhkan. Walau sudah bisa dikurangi. Fasilitas teknologi memungkinkan untuk menyelesaikan banyak hal walau tanpa bertemu. Diskusi bisa saja berlangsung cukup dengan telepon. Tapi itu tidak bisa untuk diskusi dengan minum kopi. Diskusi sekaligus menikmati kopi sudah jadi satu paket. Ini yang tidak bisa disediakan oleh teknologi apapun. Sampai di sini, teknologi hanyalah alat tetapi tidak bisa menghilangkan aspek humanis sama sekali.
“minta tiket ke bendahara” begitu pesan atasan saya yang diberikan mandat mengurusi keuangan. Beliau memberikan persetujuan untuk menuju ke ibukota dengan tugas mengurusi persiapan kerjasama dengan perguruan tinggi. Tidak sampai di situ saja. Ada kata yang mengikutinya “non garuda”.
Padahal dalam kesempatan yang berbeda, justru ada perintah untuk “harus dengan garuda Indonesia”. Sama-sama menggunakan APBN dan juga “bukan eselon”. Keterangan atasan saya itu bahwa kalau bukan eselon tidak bisa naik penerbangan Garuda Indonesia (GA). Padahal ketika acara yang diselenggarakan lembaga kenegaraan yang mengurusi ilmu pengetahuan di Mataram, tahun lalu panitia justru memerintahkan untuk menggunakan GA.
“kenapa harus GA” ini pertanyaan sepupu saya satu dekade yang lalu ketika saya mengusulkan untuk menggunakan GA dalam perjalanan. Harga kadang tidak berbeda jauh sehingga dengan layanan yang disediakan GA memungkinkan perjalanan lebih mudah, tingkat keamanan dengan standar yang memenuhi kualifikasi Eropa dan Amerika Serikat, layanan sejak proses pemesanan sampai pasca terbang tersedia tanpa biaya tambahan, ketepatan waktu yang lebih baik dibanding maskapai nasional lainnya. Serta alasan lain yang memberikan arahan sehingga ketika akan terbang selalu mengecek harga dan rute yang tersedia di GA kemudian membandingkannya dengan perusahaan lain.
Sebab perjalanan tidaklah selalu mudah. Ini yang saya pahami dari maqashid syar’i ketika shalat dan puasa dilaksanakan dengan keringanan tertentu. Shalat boleh dijamak dan diqashar. Bahkan kewajiban puasa Ramadhan boleh diganti di luar Ramadhan ketika melakukan perjalanan. Namun dengan menggunakan pesawat keperluan untuk menjalankan ibadah justru kadang lebih mudah. Ketika terbang dari Makassar ke Jakarta dengan menggunakan Batik Air, boarding jam 22.15. tiba di Jakarta di jam 00.15. Saat itu belum menjalankan shalat isya. Karena selama di pesawat memilih tidur bahkan mengabaikan makanan yang disediakan, akhirnya di bandara sebelum menuju hotel segera menyelesaikan shalat Isya dan juga menambahnya dengan shalat tahajjud.
Kadang bangun untuk khusus shalat tahajjud begitu sudah dilaksanakan. Tetapi dengan perjalanan justru tersedia peluang untuk beramal dengan lebih baik. Inilah yang membuat perjalanan berbuah berkah. Sehingga ketika berjalan sesungguhnya sudah merupakan bagian dari ibadah. Dengan perjalanan pula bisa menjadi usaha untuk melakukan perbaikan diri sendiri.
Kata kawan saya, Grace, tokoh pemuda dari Dobo, Maluku. Ketika berjalan sesungguhnya sama dengan membaca. Melihat dunia membentang dengan status yang sama dengan mengumpulkan informasi yang tertulis saat membaca. Kepentingan melihat inilah, sebuah perjalanan memberikan tempat yang sangat khas. Bahkan dalam ayat al-Quran bukan lagi tersirat tetapi secara khusus memerintahkan untuk berjalan dan berhijrah. Dengan perintah seperti ini, akan menjadi sebuah kesempatan berientraksi dan mengalami perjumpaan dengan adat dan cara hidup masyarakat lain.
Perjalanan adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan spritual. Nabi Muhammad diperjalankan dari Mekkah ke Masjid Aqsha, begitu juga Bukhari, Muslim, Marcopolo, Ibnu Batuta, James Cook, Wali Songo, semuanya melakukan perjalanan. Dari perjalanan merekalah kemudian selalu menjadi bagian dari perubahan dunia. Maka, perjalanan bisa saja dijadikan sebagai proses untuk melakukan pembelajaran sehingga ujung-ujungnya akan memberikan pengalaman.
Bahkan untuk keperluan spiritual itu perjalanan dibutuhkan. Lihat naik haji, harus dilakukan di Mekkah. Tidak tersedia tempat lain. Ini menunjukkan bahwa perjalanan menjadi pergulatan iman. Sehingga jika menggunakan perjalanan sebagai aktivitas pengembangan diri maka sudah tentu keberkahan akan menaungi. Sekaligus dengan perjalanan, godaan untuk meruntuhkan iman juga tersedia di sepanjang jalan. Untuk itu, saat kesempatan untuk berkubang dosa menjadi warna warni perjalanan, dengan memilih untuk tetap taat pada iman yang diyakini akan menjadikan seorang pejalan untuk meraih rahmat dan ridha Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H