Langkah yang ditempuh Kemendikbud Nadiem Makarim mengubah UN menjadi asesmen kompetensi bukan tanpa alasan, tetapi didasari salah satunya akibat adanya  hasil riset/survai  PISA (Program for international student assessment) program penilaian Internasional, organisasi kerjasama ekonomi dan Pembangunan dan berdasarkan  hasil TIMSS (The Trends in International Mathematics and Science Study) suatu asosiasi internasional untuk evaluasi prestasi pendidikan (IEA) untuk memungkinkan negara-negara yang berpartisipasi untuk membandingkan prestasi pendidikan siswa di seluruh dunia.
Sebagimana dijelaskan  Mendikbud, Nadiem Makarim, dalam rapat koordinasi Bersama Dinas Pendidikan provinsi dan Kabupaten/kota se Indonesia di Hotel Bidakara, Rabu  (11/12) " Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS"Â
Selanjutnya Nadiem Makarim, seperti saya kutip dari kompas.com menjelaskan "untuk tahun 2020, UN akan dilaksanakan sesuai seperti tahun sebelumnya. Jadi 2020, bagi banyak orang tua yang sudah investasi buat anaknya belajar mendapat angka terbaik di UN itu silakan lanjut untuk tahun 2020. Tapi itu hari UN seperti format sekarang diselenggarakan."
Berdasarkan hasil riset PISA (program for international student assessment, yang diselenggarakan organisasi for economic co-operation and development (OECD) setiap tiga tahun sekali. Program PISA ini sebenarnya sudah berlangsung mulai dari tahun 2000 hingga sekarang, Negara Indonesia mulai mengikuti progam PISA sejak  tahun 2001,  PISA tidak hanya memberikan informasi tentang benchmark Pendidikan internasional, tetapi juga sebagai informasi mengenai kelemahan serta kekuatan siswa beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Hasil survai PISA dan TIMSS
Berdasarkan hasil survai PISA 2018,yang saya kutip dari kompas.com yang menilai 600.000 anak berusia 15 tahun dari 79 negara.  Indonesia berada pada peringkat 10 besar terbawah (baca : 69 terbawah) dari 79 negara, yang diperoleh dari kemampuan literasi membaca nilai 371, kemampuan matematika sebesar  nilai 379, sedangkan kemampuan sains  dengan nilai 396.
Kalau melihat dari 3 komponen hasil riset tersebut, kemampuan literasi membaca anak-anak Indonesia sangat rendah (nilai 371) dibandingan literasi matematika (nilai 379), dan literasi sains (396). Â
Kemudian  hasil TIMSS (The Trends in International Mathematics and Scince Study) adalah penilaian internasional untuk pengetahuan matematika dan sains pada siswa kelas 4 dan 8 diseluruh dunia.Â
TIMSS ini dikembangkan oleh Asosiasi internasional untuk evaluasi prestasi Pendidikan (IEA) untuk memungkinkan negara-negara berpartisisfasi untuk membandingkan prestasi Pendidikan siswa seluruh dunia. TIMSS sendiri mulai dikelola sejak tahun 1995, dilakukan setiap 4 tahun sekali, sedangkan PISA setiap 3 tahun  sekali.Â
Hasil TIMSS tahun 2015, yang dipublikasikan tahun 2016, hasil TIMSS penilaian prestasi siswa  Indonesia di bidang matematika mendapat peringkat 46 dari 51 negara dengan skor 397. Dasar pengukuran TIMSS bidang matematika dan sains sendiri terdiri dari dua domain, yaitu domain isi dan kognitif.Â
Domain isi matematika terdiri dari bilangan, aljabar, geometri, data dan peluang. Sedangkan domain isi sains terdiri atas biologi, kimia, fisika dan ilmu bumi. Untuk domain kognitif, yakni pengetahuan, penerapan dan penalaran. (kemampuan literasi).