Salah satu penyebab gagalnya koalisi Indonesia hebat adalah rendahnya kinerja elitnya dalam melakukan komunikasi politik. Mungkin sudah banyak pengamat politik yang menganalisa hal tersebut, namun ada hal lain yang tak kalah pentingnya yakni tak kunjung selesainya berbagai persoalan di internal koalisi Indonesia hebat. Persoalan pokok yang paling mendasar adalah PDIP secara tidak sengaja menciptakan sendiri lubang besar bagi pemerintahan Jokowi – JK, yakni tersandera secara politik. Hal inilah yang menyebabkan kurang efektif dan efisiennya kerja para elit di koalisi Indonesia hebat dalam memperjuangkan paket-paket pimpinan di parlemen, baik di DPR maupun MPR.
Kemenangan pasangan Jokowi – JK tidak serta merta memuluskan langkah mereka dalam menyalurkan kepentingan dan hasrat politik partai koalisinya dalam perspektif pemerintahan yang bersih. Walau Jokowi berulang kali membantah pemerintahan yang dibentuknya bersih dari bagi-bagi kekuasaan namun melihat formasi dan postur kabinetnya justru tak jauh berbeda dengan isu jatah koalisi. Ironi.
Tersanderanya pemerintahan Jokowi – JK karena ulah koalisinya yang gatot (gagal total) di parlemen ditambah buruknya jalinan humanis antar partai tidak hanya menjadi salah satu dari beberapa sumbatan politik yang berpotensi menyandera jalannya pemerintahan Jokowi – JK. Beberapa hal yang ikut menyumbat pemerintahan Jokowi – JK ke depan adalah : 1) Pencitraan, politik pencitraan yang menjadi andalan utama Jokowi dalam menjalankah dan memimpin pemerintahan; 2) Politik akomodatif yang dijalankan Jokowi - JK dalam membangun legitimasi politik akan berperan sangat kuat, terutama harus mendengar suara sang ketua umum PDIP Megawati Soekarno Putri; 3) Politik kompromi yang melahirkan kabinet kompromi partai-partai koalisi Indonesia hebat; serta 4). Politik transaksional yang menjadi basis relasi partai partai mitra koalisi, disadari atau tidak Jokowi – JK sebenarnya sudah tersandera diawal mengumumkan formasi kabinetnya, akan banyak tarik ulur yang implikasinya akan banyak miss komunikasi kerja karena tokoh-tokoh partai yang duduk di kabinet tentu saja tidak akan menghamba 100 persen pada Jokowi – JK karena ada faktor partai.
Kungkungan politik pencitraan yang selama ini menjadi trend dan style Jokowi justru menyebabkan Jokowi seolah masih menjadi kandidat presiden di pilpres yang lalu dan belum menjadi presiden sesungguhnya yang berkuasa dan memerintah. Pandangan bahwa persepsi politik jauh lebih penting dan menentukan ketimbang realitas sesungguhnya -- yang seharusnya dijadikan paradigma dalam kampanye pemenangan pemilu -- masih dijadikan paradigma Jokowi - JK dalam memimpin pemerintahan. Hal iniah menyebabkan jalannya pemerintahan ke depan diprediksi tersandera politik pencitraan.
Keseimbangan dan harmoni politik dalam menampung politik akomodatif, ke depan akan menyebabkan Jokowi - JK cenderung merangkul dan memuaskan partai politik pendukungnya dibanding mementingkan persoalan-persoalan kemasyarakatan.  Jokowi – JK harus membangun pengaman (sekuritas) politik yang baik jika tak ingin gagal di tengah  masa kepemimpinannya. Bisa saja membangun jalinan komunikasi dengan mantan Presiden SBY, karena bagaimanapun pengaruh SBY dalam kancah perpolitikan dalam negeri dan luar cukup signifikan.
Sah-sah saja dan tidak perlu apologi dengan mengatakan tidak ada bagi-bagi kekuasaan dalam sistem paket koalisi. Kompromi politik yang dilakukan koalisi indoensia hebat dengan Jokowi – JK seharusnya dibangun dengan sinergi yang kuat bukan untuk melemahkan satu sama lain. Dengan melibatkan para petinggi partai-partai ke dalam kabinet, Jokowi – JK dianggap sudah melunasi janji politik atas mahar yang diberikan partai pendukungnya. Partai-partai di koalisi Indoensia hebat pun mendapat keuntungan akses kekuasaan beserta keuntungan ekonomi-politik. Sungguh politik yang saling ketergantungan. Sumbatan-sumbatan di atas harus dilepas, jangan dibiarkan kaku dan menjadi beku. Kuncinya ada di tangan Megawati, yang suaranya masih menjadi kiblat poros Indonesia hebat. Sebagai tokoh yang dituakan, tentu Megawati diharapkan bisa mencairkan hubungannya dengan beberapa tokoh politik, terutama SBY dan pimpinan koalisi Indonesia hebat. Akankah ? (@iswanto_1980)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H