Siapa yang tak tergiur dengan besarnya anggaran desa yang akan digelontorkan pemerintahan Jokowi sesuai amanat yang diatur dalam UU No 6/2014 tentang Desa. Sesuai Anggaran Belanja Negara Tahun 2015, anggaran transfer ke daerah sebesar Rp 637,9 triliun dan Rp 9,06 triliun adalah anggaran yang diperuntukkan untuk desa. Sangat besar sekali, hampir 0,44 persen dari total belanja Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Dana desa tersebut akan menjadi pos pendapatan bagi keuangan desa. Deaa dirangsang untuk memperkuat ketahananan ekonominya dengan perputaran dana tersebut. Dana yang sungguh sexy tersebut sangat rawan diselewengkan. Potensi korupsi dalam pengelolaan dana desa sangat besar, makanya pengelolaan pemerintahan desa menjadi rebutan di dua departemen. Wajar jika diperebutkan, siapa sih yang tak mau mengelola dana tersebut? jika mengikuti acuan dan namanya, maka pembangunan desa lebih layak dikelola oleh departemen desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasidan bukan oleh departemen dalam negeri.
Seharusnya kita berkaca akan apa yang terjadi di masa lalu dimana anggaran negara yang jatuh ke daerah selalu dipenuhi dengan korupsi. Dana diselewengkan dari pejabat provinsi sampai ke perangkat terkecil kelurahan. Porsinya pun mengikuti kebijakan yang dibalut dengan kebijakan siluman dan fiktif. Tidak ada transparansi dan akuntabilitas, sehingga rakyat hanya merasakan serpihan serpihan kue nya saja. Belajar dari pengalaman tersebut, maka penting bagi kita mengawasi pelaksanaan anggaran desa tersebut. Harus ada keterbukaan dan kejujuran. Semua anggaran yang terpakai harus mempunyai dokumentasi yang kuat dan berkualitas. Ada bukti bahwa rakyat ikut merasakan.
Partisipasi masyarakat harus didorong dan dilibatkan dalam pelaksanaan anggaran dana desa. Misalnya saja dengan mengefektifkan peran Badan Permusyawaratn Desa. Semua stakeholder desa harus ada, baik itu pemuda, tokoh agama, tokoh adat, pejabat struktural, perwakilan perempuan dan mahasiswa. Jangan sampai anggaran ini akan menjadi komoditas politik pejabat daerah menjelang pilkada. Ingat, saat ini kasus rekening gendut pejabat daerah terus menjadi sorotan publik. Jika kita lalai menjadi supervisi maka akan melahirkan embrio pejabat baru yang korup.
Sekali lagi, anggaran desa ini akan menjadi ujian pemerintahan Jokowi - JK. Presiden harus bisa meredam konflik internal antara dua departemennya yang ngotot mengambil alih peran pembangunan desa. Kue anggaran ini harus diselamatkan demi dan atas nama rakyat. Mekanisme pencairan dana desa juga harus diatur sedemikian rupa, agar tidak ada kebocoran dalam operasionalnya. (@iswanto_1980)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H