Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menduduki peringkat pertama dalam kategori penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar atau mahasiswa.
Tidak mudah menjadi generasi milenial hari ini. Ancaman pornografi di dunia maya, maraknya budaya kekerasan, hedonisme, serta penyalahgunaan narkoba senantiasa mengintai setiap saat. Ancaman ini semakin menguat di tengah masyarakat modern hari ini, apalagi jika kehadiran orang tua dalam perkembangan kehidupan anak semakin minim. Akibatnya terjadi jarak yang cukup lebar antara orang tua dan anak.
Tanpa kehadiran orang tua, perkembangan seorang anak cenderung tidak terarah. Anak akan cenderung mengikuti ajakan teman sepermainannya daripada seruan orang tuanya.
Belum lagi jika orang tua terlampau sibuk dengan urusannya sendiri dan tidak mngelokasikan waktu khusus untuk memonitor si anak. Paradigma yang salah dan kerap menjangkiti orang tua adalah dengan menyerahkan sepenuhnya proses pendidikan dan pendewasaan anak pada guru di sekolah.
Akibatnya jika anak mempunyai masalah tertentu, orang tua dengan mudah menyalahkan guru sebagai pendidik utama. Padahal proses pendidikan oleh orang tua di rumah (informal) juga tidak kalah pentingnya. Guru hanya sanggup mendampingi anak ketika berada di lingkungan sekolah, sedangkan di rumah masing-masing, guru sudah tidak dapat memantau anak didik tersebut.
Di titik ini, peran aktif orang tua dalam tumbuh kembang anak sangat diperlukan.
Pentingnya membangun kedekatan emosional antara orang tua dan anak dalam rangka pencegahan penyalahgunaan narkoba ini disampaikan oleh Kepala BNN Kabupaten Sleman, Siti Alfiah, S.Psi.,SH.,MH di hadapan puluhan bloger di kota Jogja dalam acara "Forum Komunikasi BNN" di Innside Hotel pada hari Rabu (5/12/2018) yang lalu.
Pada tahun 2008, Jogja menduduki ranking ke-2 prevalensi angka penyalahgunaan narkoba dengan prevalensi 2,72% atau 68.980 penyalahguna (usia 10-59 tahun). Pada tahun 2011, turun menjadi peringkat ke-5 dengan angka prevalensi naik menjadi 2,84 % atau 83.951 penyalahguna (usia 10-59 tahun).
Jogja menempati posisi ke-5 pada tahun 2014 dengan prevalensi 2,37% atau 62.028 penyalahguna (usia 10-59 tahun). Pada tahun 2014 ini, proyeksi kerugian sosial ekonomi di DIY mencapai 534,648 juta rupiah (laporan akhir survey nasional perkembangan penyalahguna narkoba tahun anggaran 2014 ). Pada tahun 2015, prevalensi penyalahguna narkoba di Jogja turun di peringkat ke-8 dengan 60.182 penyalahguna. Th 2017 turun di peringkat ke-31 dengan prevalensi 1.19 %.