Mohon tunggu...
Susan Budhi Utomo
Susan Budhi Utomo Mohon Tunggu... -

Really love traveling, reading and writing

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

I Origins, Antara Eksistensi Tuhan dan Kemajuan Ilmu Pengetahuan

27 Januari 2015   15:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:18 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Film yang berjudul I ORIGINS ini mencoba menyesuaikan antara eksistensi Tuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang bagi sebagian orang merupakan hal yang tabu untuk diperdebatkan, ide cemerlang ini diilustrasikan oleh sutrada asal Amerika Serikat Mike Cahil dengan sempurna sehingga film ini meraih penghargaan sebagai film terbaik pada Sundance Festival 2014 dan memberikan gelar aktor terbaik untuk Michael Pitt pada event yang sama.

Setiap manusia yang hidup di atas planet ini masing-masing mempunyai selaput pelangi (Iris) pada sepasang matanya yang berbeda dengan orang lain sehingga sekarang banyak negara yang menerapkan iris identitas sebagai tanda pengenal baru bagi warganya dengan mengambil photo setiap bayi yang baru lahir sebagai arsip negara. Salah satu negara yang sedang giat melakukan system ini adalah India. Mungkin kita semua juga masih ingat pada saat pembuatan e-KTP lalu, saat itu petugas juga mengambilphoto sepasang mata kita.

Sang sutrada yang merangkap sebagai penulis naskah menciptakan tokoh sentral dalam film ini adalah seorang ilmuwan sukses yang telah berhasil merubah cacing dapat melihat tapi tidak percaya pada Tuhan dan menemukan bahwa iris milik kekasihnyayang telah mati 8 tahun lalu sama dengan milik gadis kecil berusia 7 tahun di India yang jaraknya ribuan kilo meter dari Amerika.

Untuk membuktikan apakah mungkin kekasihnya telah lahir kembali lewat tubuh gadis kecil itu maka dia pergi ke India dan mengadakan test ilmiah terhadap gadis cilik itu dengan menunjukan daftar photo dengan urutan A sampai Z yang masing-masing terdiri dari 3 photo yang mana salah satunya berhubungan dengan kehidupan kekasihnya di masa lalu tapi hasil testnya hanya mempunyai ketepatan 44% dari seluruh data yang membuatnya merasa seperti orang bodoh karena sejauh ini telah mempercayai instingnya dibandingkan dengan logika ilmiah yang selalu dia agungkan.

Pada akhir cerita, film ini memberikan jawaban indah atas pergulatan batin yang dialami oleh sang ilmuwan itu bahwa dibalik megahnya ilmu pengetahuan ada sesuatu yang lebih tinggi yang kadang tidak bisa dijelaskan dengan data dan angka-angka .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun