Di tengah syahdunya bulan Ramadan tahun ini. Â Tradisi Sasauran di kompleks perumahan tempat saya tinggal, yakni Perum Jatihurip menghadirkan kehangatan dan semangat di saat dipaksa bangun, ketika sedang enak-enaknya tidur.
Sasauran, sebuah kata yang merujuk pada kegiatan membangunkan sahur dalam bahasa Sunda, memiliki makna yang dalam dan penting bagi masyarakat setempat.Â
Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi lebih dalam tentang asal usul, pelaksanaan, dan makna dari tradisi Sasauran, serta melihat beberapa contoh yang menarik dari pelaksanaannya di beberapa desa di Sumedang.
Berikut adalah link video YouTube tradisi sasauran di komplék perumahan tempat tinggal saya:
https://youtube.com/shorts/z90oL8KWYSk?si=saYQEplgkJy2ONZ7
Asal Usul dan Makna Tradisi Sasauran
Tradisi Sasauran memiliki akar yang dalam dalam budaya Sunda. Kata "Sasauran" berasal dari kata "saur" yang berarti sahur, dan "aur" yang berarti membangunkan.
Jadi, secara harfiah, tradisi ini bermakna membangunkan orang untuk sahur. Tradisi ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa Barat, terutama selama bulan Ramadan.
Lebih dari sekadar kegiatan membangunkan, Sasauran memiliki makna yang lebih mendalam. Tradisi ini merupakan pengingat bagi masyarakat akan pentingnya ibadah di bulan Ramadan.Â
Di balik riuh rendahnya alat musik tradisional yang mengiringi Sasauran, terdapat pesan moral yang disampaikan, yaitu kebersamaan dalam beribadah dan gotong royong dalam menjalankan kewajiban agama.