Modul 1.4 ini memperkenalkan konsep Disiplin Positif dan Nilai-Nilai Kebajikan Universal dalam konteks pendidikan. Dalam catatan ini, saya akan mengajak Anda untuk menyadari betapa pentingnya memahami dan mengaplikasikan konsep-konsep yang ada dalam modul ini dalam membentuk karakter dan perilaku siswa, serta dalam pengembangan diri kita sebagai pendidik.
Kegiatan 'Cobalah Buka' dan Tanggapan Replektif
Kegiatan 'Cobalah Buka' adalah cara yang menarik untuk memulai eksplorasi konsep Disiplin Positif dan Nilai-Nilai Kebajikan Universal. Dalam kegiatan ini, dua individu, yang akan kita sebut sebagai A dan B, terlibat dalam sebuah eksperimen. A memiliki sesuatu yang berharga dalam genggaman tangannya, dan B ditugaskan untuk mencoba membuka tangan A dalam waktu 30 detik.
Pertanyaan pertama dan kedua dalam kegiatan ini menggambarkan berbagai kemungkinan respon dari individu A terhadap upaya B untuk membuka tangan A. Sebagian mungkin bersedia membuka tangan mereka, sementara yang lain mungkin tetap bertahan menutupnya. Ini mencerminkan kontrol penuh atas tindakan tersebut yang ada pada individu masing-masing.
Namun, pertanyaan ketiga mengundang kita untuk merenung lebih dalam. Siapa yang sesungguhnya memiliki kendali atau kontrol penuh atas tindakan tersebut? Jawabannya adalah individu A, yaitu kita sendiri. Meskipun B berusaha dengan berbagai cara untuk membuka tangan A, keputusan akhir tetap ada dalam wewenang A. Ini menggambarkan konsep bahwa individu memiliki kendali penuh atas tindakan mereka, bahkan dalam situasi yang mungkin mendapatkan tekanan dari orang lain.
Teori Kontrol oleh Dr. William Glasser
Dalam modul ini, kita juga diperkenalkan pada Teori Kontrol yang dikemukakan oleh Dr. William Glasser. Teori ini menyoroti empat miskonsepsi yang perlu dipahami dalam konteks kontrol pribadi.
Pertama, miskonsepsi bahwa guru atau pihak lain memiliki kendali penuh atas individu adalah salah. Sebenarnya, individu adalah yang memilih untuk membiarkan diri mereka dikendalikan. Artinya, kontrol pribadi ada dalam tangan individu itu sendiri.
Kedua, konsep penguatan positif atau bujukan sering dianggap sebagai bentuk kontrol. Namun, Glasser mengajarkan bahwa penguatan positif yang efektif adalah ketika individu secara sukarela memilih tindakan positif, bukan karena dorongan eksternal semata.
Ketiga, kritik dan perasaan bersalah tidak efektif dalam memperkuat karakter seseorang. Sebaliknya, hal itu dapat merusak identitas individu dan menghambat perkembangan positif.