Ki Hajar Dewantara pernah menyampaikan bahwa setiap orang bisa menjadi guru, dan setiap rumah bisa menjadi sekolah. Itu artinya pendidikan dapat dilakukan di manapun, kapanpun dan oleh siapapun.
Konsep Merdeka Belajar, yang pertama kali diperkenalkan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai bentuk pendidikan yang membebaskan siswa dari keterbatasan formal dalam belajar, kini diangkat kembali oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Nadiem Anwar Makarim, sebagai bagian dari reformasi pendidikan di Indonesia.
Menurut Prasetyawan, Y., & Aryana, D. D. (2019) dalam jurnalnya yang berjudul Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara tentang Merdeka Belajar, bahwa merdeka belajar berarti siswa harus diberikan kebebasan untuk mengembangkan dirinya sendiri sesuai dengan minat dan bakatnya.Â
Dengan demikian, pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama bagi setiap siswa tanpa dibatasi oleh faktor seperti latar belakang keluarga, status ekonomi, atau tingkat kecerdasan.
Sebagai pendidik, tugas kita adalah mendukung Semarak Merdeka Belajar ini dengan fokus pada pembelajaran aktif dan kreatif yang berpusat pada siswa, sehingga siswa menjadi aktor yang aktif dalam proses pembelajaran.Â
Buku Rusdi dan Misnem
Mun aja nu nanja ka kuring: "Buku naon nu pangpikaresepeunana djeung  pangalusna  pikeun  batjaan  barudak  di  Sakola  Rajat?"; moal  hamham  deui  kuring  tangtu  ngadjawab:  "Buku  Roesdi djeung Misnem."  (Bila ada orang yang bertanya kepada saya: Buku apa yang paling saya sukai dan paling bagus sebagai bacaan anak-anak di Sekolah Rakyat  (Dasar)?;  tak  pelak  lagi  saya  tentu  menjawab:  Buku Roesdi djeung Misnem. (-Ajip Rosidi)
Khoiruddin, A. (2018) dalam bukunya yang berjudul Buku Bacaan Sunda untuk Murid-Murid Sekolah Sunda Karya A.C. Deenik dan R. Djajadiredja menjelaskan bahwa sebelum Perang Dunia II, anak-anak Sunda dari kalangan rakyat kebanyakan di Jawa Barat sudah mengenal Rusdi dan Misnem: Buku Bacaan untuk Murid-murid Sekolah Sunda.Â
Buku tersebut ditulis oleh A.C. Deenik, seorang pengarang Belanda, dan R. Djajadiredja, seorang pengarang Sunda, serta diterbitkan di Den Haag, Belanda, pada tahun 1911. Buku ini dilengkapi dengan ilustrasi karya ilustrator Belanda, W.K. de Bruin (1871-1945), dan terdiri dari empat jilid.