Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Selalu Rindu, Tapi Tidak Ingin Kembali untuk Tinggal

30 April 2023   05:08 Diperbarui: 30 April 2023   06:30 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jalan menuju kampung halaman (Tribun jabar)

Lembur begitulah saya selalu menyebutnya. Kata dalam bahasa Sunda yang artinya serupa dengan kampung halaman, tempat kita dilahirkan. Tapi, tempat dilahirkan tidak selalu berarti kampung, kan? Ada juga yang lahir di kota. Namun, saya memilih menggunakan kata lembur untuk menekankan bahwa saya berasal dan lahir dari sebuah dusun di pedesaan terpencil yang terletak tidak begitu jauh di bawah kaki gunung Tampomas." 

Menuju ke sana, saya harus melewati jalur yang berbelok-belok dan menantang, dengan batu-batu koral yang sekonyong-konyong memaksa untuk terlepas dari aspal. Getaran yang kuat dari setiap batu yang dilalui mobil membuat saya menggigit bibir untuk menahan rasa tidak nyaman.

Jalanan jelek ini, selalu saja sukses melemparkan saya pada memori 27 tahun yang lalu. Saat saya harus numpang truk galian pasir agar bisa sampai di sebuah kecamatan yang terletak di kota Sumedang. Cimalaka, nama kecamatan tempat menimba ilmu dunia dan akhirat. Mengapa disebut dunia-akhirat? Karena, selain bersekolah di sekolah negeri milik pemerintah. Saya juga mondok di pesantren. Kedua titian tangga ini yang selalu saya ukir di relung kalbu yang dalam. Bahwa, dari sinilah semua mimpi itu saya mulai.

Namun, walaupun jalannya kasar, pemandangan di sekeliling sungguh menakjubkan. Kami melewati hutan-hutan, kebun pisang, dan rimbunan ilalang dan pepohonan yang hijau subur dan tebing-tebing curam yang menjulang tinggi. Di tengah perjalanan, kami berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan yang spektakuler. Saya  merasa seperti berada dalam lukisan alam yang indah, tapi sedikit horor.

Setelah beberapa jam perjalanan yang panjang, akhirnya kami tiba di kampung halaman. Kampung itu terletak di antara perbukitan yang curam, dengan rumah-rumah yang dibangun secara tradisional dan hamparan kebun yang luas. Meskipun tampak terisolasi dari dunia modern, tempat ini memiliki keindahan dan ketenangan yang sulit ditemukan di kota besar.

Perjalanan menuju kampung halaman yang terpencil mungkin melelahkan, namun saya tidak akan pernah melupakannya. Rasanya seperti menjelajahi dunia yang berbeda, di mana alam masih asli dan tidak tersentuh oleh pembangunan modern. Dan itulah yang membuatnya sangat unik dan tak terlupakan.

Kampung halaman adalah akar kehidupan

Bagi sebagian orang, kampung halaman adalah tempat yang paling berharga dan dianggap sebagai akar dari kehidupan mereka. Di sinilah mereka dibesarkan dan menghabiskan masa kecil yang penuh dengan kenangan indah bersama keluarga dan teman-teman. Saya pun merasakan hal yang sama, di mana kampung halaman selalu menjadi tempat yang istimewa dan selalu membawa kenangan indah di hati.

Walaupun hidup membawa saya ke berbagai tempat, seperti merantau ke kota atau bahkan ke luar negeri, rasa kangen dan rindu akan kampung halaman selalu menghampiri. Bagi saya, kembali ke kampung halaman menjadi salah satu cara untuk merasakan kembali suasana kebersamaan dan ketenangan yang pernah terasa di masa lalu.

Alasan mengapa saya ingin kembali ke kampung halaman bisa bervariasi, tergantung pada pengalaman dan perjalanan hidup yang saya jalani. Saya merindukan suasana pedesaan yang asri dengan pemandangan alam yang masih alami seperti sawah, perbukitan, dan sungai. Selain itu, suasana kental dengan adat dan budaya serta kebersamaan masyarakat yang masih erat juga menjadi daya tarik tersendiri.

Bagi saya, kampung halaman juga diidentikkan dengan kebahagiaan dan kebebasan. Beberapa kenangan manis selama masa kecil seperti bermain bola di lapangan terbuka, berkumpul bersama teman-teman, dan makan bersama keluarga menjadi dorongan untuk kembali ke kampung halaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun