Mika sejak kecil memiliki karakter yang susah diatur, selalu ingin menang sendiri, dan bila ada yang tidak sesuai dengan keinginannya, ia akan menyalahkan orang lain. Saat ini, Mika duduk di sekolah menengah pertama, alih-alih berubah sikap menjadi lebih baik, perilaku Mika malah semakin menjadi. Ia bahkan sudah terbiasa menyakiti teman-teman dengan perilaku buruknya.
Sudah banyak laporan yang masuk kepada Ibu Indah-sebagai wali kelas Mika. Pihak BK (Bimbingan dan Konseling) juga sudah turun tangan untuk menanganinya. Namun, perilaku Mika tetap saja seperti itu. Tidak menunjukkan perkembangan ke arah yang baik. Akhirnya, Bu Indah dan Guru BK berinisiatif melakukan home visit ke rumah Mika. Dengan tujuan melakukan wawancara dengan orangtuanya Mika, terkait karakter dari anaknya.
Saat berkunjung ke rumah Mika dan bertemu dengan kedua orang tuanya. Ibu Indah dan Guru BK menyaksikan bagaimana parenting orang tua Mika terhadap adik Mika yang masih berusia balita. Adik Mika yang bernama Minda, waktu itu sedang naik ke atas kursi untuk mengambil mainan bonekanya yang ada di atas nakas. Brakk! Tiba-tiba saja Minda jatuh.
Karena terkejut dan merasakan sakit pada lututnya yang terantuk kaki kursi, Minda pun menangis dan menjerit-jerit. Ayahnya secepat kilat menggendong Minda, begitu pun ibunya, sambil memukul kursi dan berkata,"Kursinya nakal, kamu nakal sekali kursi, harus dipukul karena sudah menyebabkan Adek Minda jatuh."
Melihat kasus tersebut, Ibu Asri sebagai guru BK yang mengetahui dengan pasti tentang psikologi, akhirnya memohon diri dan mengajak Ibu Indah untuk berkunjung di lain waktu. Di perjalanan Bu Asri bercerita, bahwa dia sudah mengetahui penyebab dan akar masalah, mengapa Mika memiliki karakter yang buruk seperti itu.
Bukan Salah Saya!
Pola asuh masa kecil seperti yang dilakukan orangtua Mika, ternyata disinyalir sebagai penyebab utama dari buruknya karakter individu. Edy Wiyono, biasa dikenal dengan Ayah Edy-Praktisi parenting dan penulis buku mengatakan bahwa kebiasaan orang tua saat menyalahkan benda mati saat anak jatuh atau terluka dapat berdampak buruk yang sangat fatal pada perkembangan prilaku anak saat ia dewasa.
Lambat laun, akan tertanam dalam benak anak, bahwa saat kita mendapat musibah, tidak berhasil, serta mengalami banyak hal yang gagal dan tidak beruntung. Bahkan, saat kita berbuat kesalahan terhadap orang lain pun. Dengan pola asuh yang selalu menyalahkan benda mati, saat anak mendapatkan hal yang tidak nyaman. Maka, anak akan mengembangkan kebiasaan dan perilaku tidak sehat dalam dirinya tersebut yang akan terbawa hingga mereka dewasa.
Pola asuh menyalahkan benda ini akan membentuk perilaku anak yang selalu bersikap membela diri secara membabi buta. Ia tidak peduli atas hukum benar-salah. Meskipun, mereka tahu betul tentang hukum tersebut. Di dalam pikirannya, yang ada hanyalah egosentrisme, bahwa dirinya sebagai pusat semesta.
Ketika mereka balita, mungkin orang tua akan merasa lucu dan mentertawakan tingkah anak-anaknya saat berkata, "Itu bukan salah aku, Mah! Salah bantal, karena ngalangin jalan adek." Apalagi dengan suara bayinya yang masih cadel. Namun, percayalah! saat mereka dewasa, orang tua akan merasa sedih dan kecewa, serta kesal setengah mati.Â
Karena, kalimat 'Bukan salah saya!' yang dilontarkan anak kita saat mereka tidak berhasil. Hal tersebut memberikan indikasi kepada kita, bahwa pendidikan yang diberikan oleh orangtua telah gagal. Anak kita tumbuh menjadi anak kecil yang terjebak dalam tubuh orang dewasa. Dia telah menjelma menjadi orang dewasa yang tidak memiliki pendirian, motivasi, dan rasa tanggung jawab.