Alam pemikiran masyarakat Sunda pada jaman dahulu, sudah sampai pada tahap menembus batas dan melampauinya. Bagaimana tidak? Dalam kondisi alam yang masih sederhana, pendidikan yang masih sangat rendah, apalagi teknologi dan kehidupan modern.
Namun, ternyata secara mitos, kecerdasan masyarakat dalam menerjemahkan kehidupan yang akan datang melalui imajinasi, cerita-cerita, dan kearifan lokal telah mengantarkan pemikiran mereka ke masa depan.
Bagaimana masyarakat Sunda kala itu, bisa menciptakan seorang tokoh mitologi bernama Nini Anth. Seorang perempuan yang sudah lanjut usia atau nenek-nenek, bersama Candramawat kucingnya, dan alat tenun yang selalu dibawa Nini Anth. Mereka tinggal di bulan, dan akan terlihat sangat jelas dari bumi, saat bulan purnama bersinar terang.
Lagi-lagi, nenek yang berperan mengenalkan dongeng ini kepada saya. Mengapa selalu nenek. Karena, dari bayi saya tinggal dengan nenek. Oleh karena itu, banyak hal yang berbentuk cerita, petuah, dan nasihat yang saya dapat dari beliau.
Tiap tanggal 14 setiap bulannya. Bulan purnama akan tampil bulat penuh. Oleh karena itu, dikenal ungkapan 'caang bulan opat welas' artinya bulan purnama. Sambil memandang bulan purnama yang bulat bersinar terang dari amben (teras) depan rumah. Nenek selalu ke luar rumah, istilah dalam masyarakat Sunda jaman dulu disebut 'ngabungbang'.
Untuk menikmati cahaya bulan yang terang dan sejuk, anak-anak, dan orang dewasa membuka pintu rumahnya. Anak-anak ramai bermain petak umpet, dan segala permainan tradisional pada saat itu. Setelah lelah bermain kejar-kejaran, saya selalu duduk di pangkuan nenek, seraya menikmati kemerduan suaranya menyanyikan lagu, "Bulan Tok"
Bulan tok bulan tok
Aya bulan saged batok
Bulan tok bulan tok
Aya bulan saged batok
Buah salak jeung dalima
Meulina di pasar lama
Lamun hayang jadi jalma
Kudu had jeung sasama
Cerita tentang Nini Anth akan diceritakan nenek, saat kami menjelang tidur. Bahwa, pada jaman dahulu, di Jawa Barat berdirilah sebuah kerajaan bernama Pakuan. Raja memiliki seorang putri bernama Putri Endahwarni.
Di dalam istana sang putri ditemani oleh dayang yang berusia sebaya dengannya bernama Anth. Nyai Anth dibesarkan dalam istana, dan disayangi oleh raja dan ratu. Meskipun, hanya anak dari seorang dayang bernama Nyai Dasti, yakni dayang kesayangan ratu yang meninggal saat melahirkan Anth.Â
Namun, raja dan ratu tidak pernah membeda-bedakan kasih sayang. Anth sudah dianggap sebagai keluarga, bahkan diangkat sebagai dayang bagi putri Endahwarni.
Entah mengapa, dalam pemikiran kanak-kanak saya saat itu, selalu mengumpamakan diri sebagai tokoh utama dalam setiap cerita nenek. Saat mendengar dongeng Nini Anth pun, saya memposisikan diri sebagai Anth.
Saya selalu tergoda untuk bertanya, "Sekarang Nini Anth ada di mana?" sambil tersenyum merasa lucu, nenek akan menuntun saya ke luar rumah. Lalu, ia menunjuk bulan purnama, sambil berkata, "Dia sekarang berada di bulan, garis-garis itu kamu lihat kan, membentuk siluet seorang nenek-nenek, kucing, dan alat tenun? Itulah Nini Anth."
Nenek berkata, bahwa Anth memiliki rupa yang sangat cantik, sehingga calon suami putri Endahwarni, bernama Pangeran Anantakusumah tertarik kepadanya. Konflik bermula, saat putri Endahwarni merasa cemburu kepada Anth. Saat itu, sang putri melihat Pangeran Anantakusumah memandang Anth dari kejauhan dengan tatapan penuh cinta.
Karena, dibakar rasa cemburu, sang putri pun memutuskan untuk mengusir Anth dari istana. Ia merasa khawatir Anth akan merebut calon suaminya. Lalu, Anth pun pergi dari istana. Ia tiba di sebuah desa dan bertemu dengan adik dari ibunya, yaitu paman Dasta. Anth pun menetap di desa itu, dia menerima pesanan menjahit baju untuk membantu perekonomian dia dan pamannya.
Saat Anth sudah hidup bahagia di desa tersebut, bersama suami, dua orang anak, dan kucingnya yang bernama Candramawat. Tiba-tiba Putri Endahwarni dari istana datang ke desa itu dan bertemu Anth. Putri Endahwarni meminta maaf kepada Anth dan memboyong keluarga Anth untuk tinggal di istana.
Karena, rumah Anth berdekatan dengan istana sang putri. Maka, mau tidak mau Anth sering bertemu dengan Pangran Anantakusumah. Hal tersebut menyebabkan rasa cinta yang dulu menggebu dalam hati sang pangeran, kembali bergejolak. Ia bahkan tidak segan-segan untuk meminta Anth hidup bersamanya. Tentu saja, Anth menolak. Namun, sang pangeran terus saja mengejar Anth.
Cerita ditutup secara anti-klimaks, dimana Anth bersama Candramawat kucingnya, dan alat tenun yang sedang dipakainya untuk menyulam, tetiba saja saat Anth mencoba melarikan diri dari kejaran Pangeran Anantakusumah, ada kekuatan gaib dari rembulan yang sedang bersinar terang menarik mereka ke langit.
Nini Anth di-citra-kan sebagai perempuan dengan fisik yang rupawan, berhati mulia, istri, dan ibu yang baik, membantu mencari nafkah keluarga dengan menjahit, mandiri, tidak mendendam, dan menjaga harga diri serta kesuciannya sebagai perempuan.
Adanya dongeng Nini Anth yang men-citra-kan perempuan dalam fisik nenek-nenek yang menghuni bulan. Maka, hal itu merefresentasikan mengapa tetua, orang tua kita pada jaman dahulu disebut nenek moyang, bukan kakek moyang. Hal ini, mungkin berasal dari sistem sosial matriarkhi yang dikenal dan dipakai oleh beberapa suku yang ada di Indonesia.
Lebih dari itu, sebagai sebuah apresiasi dan penghargaan bagi perempuan. Karena, dari rahim mereka lah terlahir generasi-generasi, penghuni nusantara hingga sekarang ini. Sehingga lagu nenek moyangku pun terasa indah dan menyerap ke dalam sanubariku, saat dinyanyikan di golodog (pintu masuk menuju ke rumah). Sambil duduk selonjor, kaki berayun-ayun, ngabungbang menikmati bulan purnama dan tawa riang anak-anak.
Nenek Moyangku
Uwa and Friend
Nenek moyangku seorang pelaut
Gemar mengarung luas samudra
Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa
Angin bertiup layar terkembang
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda brani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai
Nenek moyangku seorang pelaut
Gemar mengarung luas samudra
Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa
Angin bertiup layar terkembang
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda brani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai
Sekarang, kebiasaan 'ngabungbang' atau merayakan dan menikmati indahnya bulan purnama itu sudah mulai hilang. Terkikis jaman dan teknologi yang berkembang semakin pesat. Generasi muda jaman sekarang, belum tentu mengetahui dongeng tentang Nini Anth.
Masyarakat Sunda buhun, dengan sistem sosial matriarkhinya, sudah berupaya menempatkan ilmu pengetahuan dan cita-cita perempuan pada tataran yang musykil pada saat itu. Dimana cerita Nini Anth diperkirakan muncul pada tahun 1912.
Keterangan tentang adanya cerita ini, diperoleh berdasarkan tulisan C.M.Pleyte --seorang penulis berkebangsaan Belanda, ia menulis tentang kisah Nini Anth dalam bukunya yang berjudul De Inlandsche Nijverheid West Java Soocial-Ethnologisch Verschijnsel.Â
Di dalam buku tersebut, C.M. Pleyte menuliskan kisah Nini Anth dalam sebuah bentuk cerita pendek berbahasa Belanda, dengan judul Grootmoeder Spinster. Oleh karena itu, buku ini dianggap sebagai sumber resmi, pasti, dan tertua tentang dongeng Nini Anth.
Sebenarnya, terdapat perbedaan antara cerita Nini Anth yang biasa diceritakan oleh masyarakat Sunda pada umumnya, dengan dongeng Nini Anth yang ditulis oleh C.M. Pleyte. Hal yang berbeda tersebut terkait dengan nama-nama tokoh, karakter, plot, jalan cerita, dan amanat. Hal yang sama dapat kita temukan pada hal, tokoh utama naik ke bulan.
Bila pada cerita pertama, Nini Anth ditarik oleh kekuatan gaib. Pada cerita dari C.M. Pleyte, anak yang bernama Nyi Anth bersama kucingnya menaiki pohon nibung yang sangat tinggi untuk dapat mencapai bulan. Diperlukan waktu satu tahun, hingga Anth dapat sampai di bulan.
Menurut pendapat saya, bukan suatu yang tidak mungkin, jika C.M.Pleyte sebagai penulis melakukan perubahan pada cerita tersebut. Karena ia merasa bahwa seseorang naik ke bulan dengan bantuan kekuatan gaib itu, terasa mustahil dan tidak masuk akal. Hal itu tidak akan dapat diterima oleh alam pemikiran masyarakat Belanda dan dunia saat itu. Sebab mereka sudah memiliki tingkat pengetahuan yang maju.
Bisa saja, dongeng Nini Anth sebagai karya sastra yang berkembang secara lisan. Muncul beberapa tahun, puluh tahun, bahkan ratus tahun sebelum C.M. Pleyte datang ke Jawa Barat, dan menulis tentang hal itu.
Hal ini menunjukkan bahwa alam pemikiran masyarakat Sunda sudah sangat maju. Imajinasi mereka sudah mengenal dunia antariksawan, dan dapat meramalkan bahwa di masa depan, bulan dan luar angkasa akan dapat dijelajahi. Padahal pengetahuan tentang hal tersebut, dapat dikatakan belum dikenal dalam peradaban masyarakat Sunda, bahkan dunia kala itu.
Karena, sebagaimana kita ketahui, Amerika Serikat saja yang dikenal sebagai negara adidaya dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, baru bisa menjalankan misi luar angkasanya pada tahun 1969. Dengan pesawat Apollo 11, berbasis Modul Lunar Apollo Eagle, Amerika Serikat melalui komandan Neil Amstrong, dan pilot Modul Lunar Buzz Aldrin, berhasil mendarat di bulan untuk pertama kalinya dalam sejarah kehidupan manusia. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H