Kalau harus jujur, sesungguhnya saya termasuk tipe perempuan yang jarang bedakkan. Apalagi paham, tahu, dan bisa mengaplikasikan complexion pada wajah. Bahkan, mengetahui istilah complexion saja baru hari ini.Â
Setelah mencari di google, pahamlah bahwa complexion itu sejenis produk kecantikan yang kita gunakan untuk menyamarkan noda-noda termasuk jerawat dan 'hunung' atau noda hitam karena terbakar matahari.Â
Masyarakat Sunda biasa menyebutnya dengan istilah 'kokoloteun' untuk kondisi noda hitam pada kulit ini. Complexion juga ternyata dapat digunakan untuk menutupi kekurangan yang ada pada wajah, seperti bopeng bekas jerawat, pori-pori yang besar, dan bekas luka.
Complexion ala tradisional
Dari kecil hingga remaja, saya di kampung terbiasa memakai bedak yang berasal dari produk lokal. Bahkan, terkadang make up hasil buatan sendiri. Seperti: bedak sarerang kawung dan bedak sari pohatji yang kami buat sendiri.Â
Bedak sarerang kawung merupakan bedak tabur yang diolah dari hasil pembakaran pohon nira. Setelah pohon nira terbakar secara sempurna, akan menghasilkan arang berupa serbuk yang berwarna putih.
Nah, arang putih itulah yang saya dan penduduk di kampung gunakan sebagai bedak. Karena, membakar pohon nira amat langka dan jarang dilakukan. Maka, bedak sarerang kawung agak susah didapatkan.Â
Padahal, jujur hasilnya bagus sekali untuk wajah saya yang berminyak. Meskipun agak bau kayu gosong, tapi aplikasi bedak ini pada wajah akan membuat wajah sehat dan berseri putih alami.
Alternatif lain dari bedak sarerang kawung yang sudah mulai langka, seiring semakin sedikitnya persediaan pohon nira di kampung kami.Â
Akhirnya, diperolehlah ide membuat bedak tabur sekaligus masker dari beras. Saya menyebutnya Sari Pohatji, meniru brand bedak yang lagi hits saat itu.