Kenakalan yang dilakukan oleh remaja saat ini, sudah mengarah kepada tindakan pidana dan kriminalitas.Â
Ada banyak berita yang kita saksikan di TV maupun media online, bagaimana seorang remaja di bawah umur membegal seorang karyawati sebuah perusahaan, fenomena klitih di Yogyakarta hingga saat ini masih merajai trending topik, belum lagi masalah kecanduan narkoba, aborsi, dan masih banyak lagi yang lainnya.Â
Bahkan tidak sedikit yang mengarah kepada tindakan menghilangkan nyawa orang lain. Wah, sungguh sangat berbahaya dan menghawatirkan, ya.
Kenakalan remaja merupakan tindakan menyalahi aturan, dan melanggar norma-norma masyarakat yang dilakukan oleh remaja.Â
Batasan usia remaja, pada definisi ini adalah anak-anak yang berada pada usia antara 12-18 tahun. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan John W. Santrock --anggota dewan redaksi perkembangan anak dan psikologi perkembangan, bahwa usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun.
Pada jaman dulu, kenakalan yang dilakukan oleh anak remaja biasanya merupakan kenakalan-kenakalan yang ringan, unik, dan lucu saja. Umpama, menyembunyikan lipstick atau sisir di dalam baju seragam, tidak memakai sabuk, memakai sepatu warna-warni, makan di kelas saat belajar, rambut dicat tapi ngakunya bawaan dari lahir, bolos ekskul pramuka satu kelas, dan lain-lain.
Jaman semakin canggih, teknologi dalam hal ini maraknya pengaruh gadget dan internet, telah mengantarkan remaja pada kenakalan yang brutal dan kriminal. Sebut saja narkoba, seks bebas, kecanduan alkohol, merokok, kabur dari rumah, bergabung dengan anak punk, menjambret, tawuran, bahkan aborsi dan bunuh diri.
Kenakalan remaja yang mengarah ke tindak pidana dan kriminal yang marak akhir-akhir ini. Jika tidak segera ditangani dengan cepat, tepat, terarah, dan terukur. Akan menyebabkan dampak negatif yang tidak main-main di masa depan.Â
Berikut beberapa kerugian yang akan dihadapi dunia pendidikan dan bangsa Indonesia, bila kenakalan remaja dibiarkan, dianggap sebagai suatu fase yang normal dan wajar dilalui oleh mereka.
Pertama, negara akan kehilangan generasi penerus yang berkualitas. Fenomena lost generation akan menjadi ancaman yang nyata di depan mata. Padahal, tahun 2022 ini, dinas kependudukan mencatat bahwa Indonesia akan mengalami bonus demografi.